Setelah setahun lebih absen dari kegiatan lelarian, jelang penghujung 2019, saya memberanikan diri ikut race lagi. Tak tanggung-tanggung: Borobudur Marathon 2019, yang jadualnya 17 November 2019. Race yang kata banyak orang, tantangan nya lumayan berat, karena banyak tanjakannya.
Iya ceritanya di tahun 2019 saya membebaskan diri dari segala bentuk race. Banyak sih alasannya. Awalnya karena plantar kaki sakit, kemudian lutut, lalu ada kesibukan lain, selanjutnya ya penyakit M (males) latihan. Tapi ketika melihat info tentang BoMar yang melintas di linimasa, bergolak lah keinginan dan semangat untuk ikut. Apalagi ndoro bojo juga berminat. Tumben ya, biasanya saya yang minat dulu, baru kemudian saya bujuk bujuk dia untuk menemani.
Sayangnya, pada bulan Juni, saat pendaftaran BoMar dibuka dengan system ballot, saya ditolak. “Kami informasikan bahwa Anda tidak terpilih untuk berlari di lomba tahun ini.” Hiks… Sementara ndoro bojo, mendapat kabar baik: dia terpilih. Saya menyerah? Tidaklah, saya mencoba usaha ke sana ke mari. Melalui mas BDM (Budiman Tanuredjo), bos Kompas, yang merupakan mitra kerja BoMar saya disarankan mendaftar via Bank Jateng.
Proses mendaftar di Bank Jateng cabang Jakarta dengan membuka tabungan, sepertinya sederhana. Ternyata prosesnya tidak sesederhana infonya. Tapi karena saya ‘ngotot’ harus dapat slot. Dengan dibantu beberapa pihak (tim mas BDM di Kompas, dan CS Bank Jateng di Panglima Polim) pada akhirnya saya dapat ‘slot’ juga, 10 K saja. Aman lah, jadi bisa traveling dan lari berdua.
Next problem adalah: cari tempat nginap. Biasanya jika untuk ikut BoMar, para peserta sudah pesan tempat menginap di sana sejak setahun lalu. Jadi ketika bulan Juli saya baru cari kamar, ya jelas sudah fully booked semua, untuk tanggal tersebut. Tapi untunglah, semesta mendukung. Kamar yang dipesan adik ipar tidak terpakai. Sebab, Kuncah tidak jadi ikut (tidak dapat ballot). Jadi pesanan 1 kamar di Cempaka Villa – yang jaraknya hanya 400 meter dari pintu masuk Borobudur – dihibahkan ke kami. Puji Tuhan, aman lagi.
Logistik sudah aman. Larinya bagaimana? Nah ini dia masalahnya. Saya sempat mulai latihan sendiri, tapi ya begitulah: kurang efektif dan kurang bisa untuk disiplin. Mestakung terjadi lagi, tanpa sengaja saya bertemu teman, Monica K, yang mengajak saya ke skolari.id. “Ikut skolari aja, gratis. Setiap Kamis dan Sabtu,” ajak Momon. Jadilah mulai 25 Juli 2019 saya berkenalan dengan skolari.id
Di skolari.id saya mendapatkan materi tehnik dasar lari dengan benar, dan itu memang yang saya butuhkan. “Ealah, ternyata lariku selama ini kurang benar, pantes ngos-ngosan,” cerita saya ke suami usai ikut ABC Running Drills. Ini suatu kebetulan yang saya syukuri. Karena di sini saya bertemu dengan coach-coach keren: Adrie Sutopo Master Ultra runner dan Trail Run, Valast Ahmad Marathoner, Road Runner Specialist, dan mantan atlet lari Nasional peraih medali perak dan perunggu cabang Atletik Steeplechase (halang rintang), Semuel Elia Huawe. Juga para pengurus skolari yang helpfull serta teman baru yang asyik, yang nggak bikin perempuan setengah baya seperti saya — yang larinya timik timik dan sering nembus di pace dua digit ini — jadi minder. Yang larinya kenceng kayak motor Yamaha RX King dan yang larinya timik-timik kayak saya, semua guyub.
Kemudian saya gabung di grup Road to Bomar (RTB) – khusus untuk anggota yang akan ikut BoMar — yang diasuh coach Valast, yang katanya killer coach. Hahaha, peace koch. Selain berlatih bersama secara rutin (Selasa dan Kamis), kami juga diberi PR setiap minggu oleh Koch. Selain rajin kasih PR, koch ini juga rajin nagih PR kita. Kadang saya pikir dia lupa, eh ternyata ingat juga kalau saya belum ngerjain & setor PR.
Di awal saya bilang ke koch, “Saya ingin tingkatkan endurance saya.” Ketika mulai lari lagi, endurance saya jelek sekali. Baru lari 5 menit sudah ngos-ngosan. Dan slow but sure, daya tahan lari saya mulai meningkat. Namun sayangnya, kali ini saya tidak bisa intensif dan optimal mengikuti program RTB, pun untuk mengerjakan PR koch. Karena pada 22 September – 5 Oktober saya harus ke Eropa untuk kegiatan menari di sejumlah negara. Walau niatnya tetap berusaha untuk berlatih, kenyataan sulit dilakukan. Selama 2 minggu pergi, saya hanya sempat 3 x latihan. Dan setelah pulang, saya pun berusaha ‘remedial’ dan mengejar jadual latihan yang banyak terlewati selama 1 bulan terakhir. Dan tiba-tiba waktu race BoMar sudah di depan mata. The show must go on…
Pada saat lari di race, saya cuma ingat pesan para koch: lari dengan bahagia, dan tanpa terluka. “Trust your training,” pesan koch. Hasilnya, saya happy. Karena di Bomar ini saya bisa lari dengan konsisten tanpa banyak diselang seling dengan jalan kaki. Bisa finish masih di bawah COT, menikmati setiap cheering warga setempat yang ada di sepanjang jalur, dan berfoto-foto cantik. Dan itu lebih dari cukup buat saya (bersambung: The Race Moment).
Aci Suzanna
Keren mba Ve tulisannya.
Ternyata selain vocal, menari, lari pandai memulis pula.
Hebat.
Vlisa
matur nuwun mbak Aci… sehat selalu ya…