Pengalaman berbagi di posko pengungsi Merapi (1)

Kata orang, tidak ada yang serba kebetulan, karena semua sudah di atur olehNYA. Ini benar. Pada 29-31 Oktober lalu aku  ke Yogja untuk mengikuti acara Pinasthika atas undangan @pungkas. Ya,  beberapa hari setelah erupsi pertama Merapi pada 26 Oktober, sehingga kutawarkan ke kawan #BERBAGI @inagibol untuk berbagi ke Merapi.

Suasana posko Sudimoro
Suasana posko Sudimoro

Saat berangkat, aku  hanya sempat membawa beberapa barang seperti masker, tetes mata, dan hal  ‘ringan’ lainnya. Dan sesampai di Jogja, aku pun belum punya bayangan akan  drop sumbangan kemana. Selama mengikuti acara Pinasthika, aku monitor twitter dan info @jalinmerapi. Jelang sore ada info SOS dari sebuah wilayah yang belum tersentuh bantuan. Via berita di situs jalin merapi aku  menemukan PIC Posko tersebut,  Indra di posko Sudimoro, desa Srumbung. Nah, dari dialah aku mendapatkan informasi kebutuhan mendesak posko tersebut.

Bersama mbak Indra & anak-anak di pengungsian
Bersama mbak Indra & anak-anak di pengungsian

Tentu bukan kebetulan juga jika saat itu aku juga bertemu kawan di perusahaan lama, Elvina Sidabutar, yang sedang dinas ke Jogja. Dia  membantuku berbelanja pelbagai kebutuhan pengungsi, di toko Progo. “Ini toko yang paling murah di Jogja,” jelas Vina. Malam itu kami membawa makanan kering siap santap : telor asin, abon, gula, teh, kopi. Vina pun turut berbagi  sejumlah perangkat tidur: tikar, kasur tipis, selimut.

Ancer-ancer lokasi posko: jalan raya menuju Magelang, setelah perbatasan DIY dan Jateng ada jembatan, belok kanan. Sekitar 6 m dari jalan utama. Posko menempati sebuah gedung olah raga desa Srumbung. Dan itulah pertama aku mengenal Indra Kertati, direktur LPPSP/LSM Semarang yang menjadi koordinator relawan posko ini. Posko yang diisi sekitar 800-an pengungsi ini termasuk posko dengan jumlah anak-anak terbanyak. ”Kalau siang ada 800-an, kalau malam jadi 2000,” jelas Indra. Rupanya, kalau siang para pengungsi laki-laki pada naik untuk menjenguk rumah dan hewan ternaknya di lereng Merapi.

Keesokan hari saat aku  terbangun dan melongok ke luar dari kamar hotel Hyatt di kawasan Monjali, Jogja,  yaolo, pohon-pohon yang kemarin hijau berubah menjadi  abu-abu. Rupanya dinihari  Merapi meletus lumayan besar.  Gerimis abu pun masih terasa, kami pun terpaksa menggunakan masker. Tentu bisa dibayangkan kondisi  lebih buruk yang  terjadi di posko yang kami kunjungi semalam. ”Kami memerlukan susu untuk anak-anak, mereka suka milo. Deterjen bubuk untuk mencuci, juga gula pasir habis.” sms yang kuterima dari mbak Indra pagi ini.

Para sahabat berbagi di Jakarta pun sigap mengirim ’amunisi’. Bahkan mas @kemalGani yang tak sengaja bertemu di Hyatt pun menitip ’amunisi’.  Jelang sore, kami kembali berburu belanjaan di pusat grosir. Terlihat ada Dana Kemanusiaan Kompas dalam antrian panjang.  Susu kotak untuk anak-anak, gula, deterjen, kecap, abon, air mineral, dan lainnya memadati bagasi mobil kami. Malam itu kami kembali kunjungi posko Sudimoro, kali ini @unilubis dan si kecil ganteng Darrel turut bergabung.  Anak-anak di pengungsian masih belum tidur, sehingga kami sempat berbagi buku-buku bacaan ke mereka.


Banyak hal bisa dilakukan untuk korban merapi. Mulai menyebar informasi tentang kondisi terkini, mengajak sahabat, teman,  sanak, famili untuk ikut berbagi sampai membantu langsung para korban di pengungsian. Tapi, waktu selalu punya batas. Minggu siang aku harus kembali ke Jakarta. Rutinitas pekerjaan kantor dan rumah tak bisa ditinggalkan. Tapi hatiku bilang aku harus kembali ke Jogja, membantu para korban, semampuku.  (bersambung)

Leave A Reply

* All fields are required