Sebuah Perjalanan Menjaga Kebhinekaan (1)
Satu hari di akhir Oktober, bu Rain, guru agama Kristen Sekolah Madania ‘merayu’ saya via whatsapp. Ini sebenarnya rayuan yang ke sekian kali, dalam beberapa tahun terakhir ini, biasanya gagal. “Bu, kalau bisa parents ada perform di perayaan Natal sekolah,” pintanya. “Sekali kali nih….lanjutnya. Belum juga saya iyakan, permintaan berlanjut, “atau ibu menari saja? Ibu kan pandai menari tradisional,” Waduh, ini bisa ‘runyam’ kalau saya mesti menari di sana.
Continue reading “Sebuah Perjalanan Menjaga Kebhinekaan (1)”