Tentang akurasi.

Saat menerima undangan (apapun), di kolom nama dan alamat yang diundang kerap dijumpai tulisan, ”mohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan nama maupun jabatan”. Mungkin itu hanya masalah kecil, namun, itu disadari betul bahwa kesalahan penulisan nama – semisal dari Ventura menjadi Fentura atau jabatan General Manager di tulis hanya Manager saja  – bisa jadi menimbulkan rasa tidak enak ataupun dianggap kurang menghargai yang diundang.

Akurasi, memang menjadi isu penting, termasuk di dunia jurnalistik.  Masih kerap kita jumpai di sejumlah media, terjadi kesalahan penulisan nama atau jabatan seseorang. Dulu, ketika masih menjadi reporter, untuk menghindari kesalahan penulisan nama, aku  diajarkan untuk tak segan meminta narasumber – jika kebetulan tidak membawa kartu nama –  menuliskan nama dan jabatannya dalam buku catatanku.

Dan ketika kemudian aku  menjadi juru bicara perusahaan, aku punya kebiasaan ketika diwawancara reporter – yang kebetulan belum kenal– via telepon, aku lalu mengirimkan nama dan posisi, secara lengkap via SMS. Tujuannya adalah, agar tak terjadi kesalahan penulisan.

Atau di masa lalu, jika seorang wartawan melakukan wawancara dengan eksekutif perusahaan tempat aku bekerja via telepon,  akupun kerap mengirim pesan singkat ihwal nama lengkap dan jabatan narasumber  yang ia wawancarai. Tujuannya, agar tak terjadi kesalahan penulisan. Karena, itu  bisa mengganggu dan bisa memunculkan persepsi kurang profesional pada media yang menuliskanya.

Seremonial Bakrie Telecom
Seremonial Bakrie Telecom

Rupanya kekeliruan bisa pula terjadi pada iklan. Minggu pagi ini, di harian Kompas, aku kembali menjumpai sebuah contoh ketidak akuratan informasi. Dalam sebuah tulisan Seremonial – iklan infotorial –  yang dipasang oleh Bakrie Telecom/BT. Dalam keterangan foto tulisan  bertajuk “Bukti Eksistensi Esia : Bakrie Telecom Raih Best Achievement Award”, disebutkan Muhammad Nuh, Menteri Informasi dan Telematika. Walah… di Indonesia sepengetahuanku tidak ada Menteri Informasi dan Telematika. Yang ada adalah Menteri Komunikasi dan Informatika.

Kesalahan  ini mungkin persoalan kecil, artinya orang bisa maklum. Namun kalau dilihat dari proses, kesalahan seperti ini tidak seharusnya terjadi. Karena lazimnya iklan telah diperiksa tak cuma satu orang sebelum  bisa dimuat.

Berita iklan itu sendiri dimunculkan tentu saja untuk mengabarkan kebanggaan atas “prestasi” yang diraih perusahaan, kepada publik. Seperti halnya BT, yang mendapatkan penghargaan di bidang telekomunikasi, dan diserahkan langsung oleh menteri di bidang ini. Harapannya, iklan ini  akan meningkatkan citra BT maupun produk yang dijualnya. Dari aspek Public Relation, akan menyiratkan relationship perusahaan dengan pemangku kebijakan.

Nah, dengan kesalahan akurasi, sepertinya  kebanggaan bisa jadi  berbalik menjadi rasa malu. Mungkin publik pembaca tak terlalu peduli dengan ketidak akuratan yang terjadi. Tapi tentu tidak demikian dengan pihak pemangku kebijakan.  Masak iya sih, perusahaan Telekomunikasi tak  tahu departemen teknis yang menaunginya? Ralat tentu saja bisa dilakukan, namun, itu tak sepenuhnya bisa mengembalikan rasa ketidaknyamanan yang mungkin saja sudah sempat terjadi.  Bagaimana menurut Anda?

3 Responses

  1. 17 November 2008 at 4:41 pm

    Tergantung siapa yang mengamati. Kalo pengamatnya orang2x seperti Mbak Elisa bisa jadi memang sebuah masalah yg penting. Tapi kalau dilihat oleh orang awam seperti saya misalnya, hal itu mendapat perhatian dan damppak kecil . Paling banter cuma komentar, ” Wah salah nih”. Dan tidak terjadi apa-apa. Artinya tidak pula mengurangi kredibiltas pengiklan.

  2. enwui
    Reply
    17 November 2008 at 7:53 pm

    orang XL sering nyebut forumponsel.com sebagai milist, padahal ini sebuah forum, ataukah sama?

  3. enwui
    Reply
    17 November 2008 at 7:56 pm

    BTEL… buat sekedar nyambung aja puji Tuhan, gmana bisa dapet terbaik ya? Sungguh sebuah bukti award tu ga bisa jd acuan kualitas

Leave A Reply

* All fields are required