Eat, Pray, Love dan Bali.

Film Eat, Pray and Love yang kini sedang tayang di sejumlah bioskop ibukota memang sudah ‘heboh’ sejak saat pembuatannya.  Film yang dibintangi Julia Robert ini antara lain  mengambil setting Ubud Bali. Beberapa bulan lalu, berita keriuhan shooting EPL ini sempat menghiasi pelbagai media nasional maupun internasional. Itu juga, salah satu alasanku ingin segera nonton film bergenre roman ini. Penasaran, bagaimana Bali (baca: Indonesia) dalam ’kacamata’ pembuat film internasional.

Ceritanya sih biasa: cerita klasik perempuan masa kini yang mengalami disorientasi hidup, dan merasa perlu melakukan pencerahan. Perjalanan mencari pencerahan ini – seperti  yang ditulis di novel aslinya – yang digambarkan dalam film berdurasi 2 jam ini. Kisah bagaimana Liz (Julia R), mengelana ke Italia untuk mengembalikan gairah makannya, ke India untuk menemukan kedamaikan, dan Bali untuk menemukan cinta.

Buatku, yang menarik dari film ini ya Bali-nya. Pulau kecil di sebelah timur Jawa ini tetap saja mengundang pesona. Walau sudah berkali-kali ku kunjungi Bali, melihat Bali dalam film tersebut masih saja memikatku untuk kembali ke Bali, dan ke Bali lagi.

Bali mengambil porsi sekitar 1/3 dari film ini. Meskipun hanya 2 wilayah Bali (Ubud dan Batur) namun sudah sangat memikat. Yang istimewa adalah film ini dibuka dengan Bali, dan ditutup juga dengan Bali. Ini punya makna penting, untuk membangun ingatan. Ketika membaca buku, misalnya, umum akan mengingat lead di halaman pertama dan kemudian endingnya. Begitu pula ketika menonton pertunjukkan Butet maupun Riantiarno. Keduanya biasanya memberikan greget di awal dan di akhir pertunjukkan. Dua bagian itu memang lebih mudah memberkas dalam benak.

Nah, menurutku, bagi penonton di pelbagai penjuru dunia, Bali akan menjadi hal yang paling diingat, di film itu, karena, ya itu tadi penempatannya di pembuka dan penutup. Tak berlebihan juga jika aku meyakini mereka juga jadi ingin mengunjungi Bali, seperti juga aku.

Dari sisi pemasaran dan promosi, film ini luar biasa sekali dalam ”menjual” wisata Bali. Indonesia, melalui Bali ditampilkan jauh lebih menarik dan memikat ketimbang India, negara dimana Liz mencari kedamaian. Walau secara eksplisit memang tak disebutkan bahwa Bali adalah Indonesia. Dan kenyataan tak semua warga dunia tahu bahwa Bali bagian dari negara ini.

Namun, setidaknya ini ada nilai yang sangat positif, bahwa ’promosi’ Bali dalam EPL ini natural dan independen. Mestinya lebih dipercaya warga dunia. Namun, sayang kehadiran Bali di film EPL oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata tak ”dimanfaatkan” untuk menendang citra pariwisata Indonesia.

Karena, apapun ’warna’ Bali di EPL, bisa digunakan menarik warga dunia untuk mengenal Indonesia.  Misalnya, secara sederhana kita pun bisa mulai ’promo’ ke teman-teman kita di manca negara, ”hai sudah nonton Eat Prayer and Love, itu di Indonesia lho, Bali……bla…bla…bla……  yuk.

Leave A Reply

* All fields are required