Solidaritas koin (lanjutan)

Sepertinya penggagas dan pelaku gerakan pengumpulan koin sudah belajar dari pengalaman pemanfaatan social media pada peristiwa sebelumnya. Saat kasus prita muncul pertama kali,  dibuatlah blog ibuprita.suatuhari.com,  lalu ada  halaman dukungan di facebook. Pendukungnya mencapai hampir 300 ribu. Ketika kasus ledakan bom Mega kuningan terjadi, hal serupa dilakukan penggiat social media, Indonesiaunite didukung oleh lebih dari 400 ribu facebookers. Dalam kasus Bibit – Chandra, dukungan facebookers meningkat sangat signifikan, mencapai 1.300.000. Tapi keriuhan itu cuma terasa di dunia maya, meskipun, mainstream media juga memberitakan keriuhan di internet tersebut. Namun, di dunia nyata gaung kegiatan itu kurang begitu terasa.

 Social media dalam kasus pengumpulan koin ini, seperti virus yang menyebar begitu cepat tanpa batas ruang dan waktu, melalui koinkeadilan.com sebagai pusat informasi.  Yang menjadi nilai tambah, media sosial kali ini, tak cuma bergerak di ranah maya, para pelaku social media telah mampu mengkonvergensikan kekuatan dunia maya ini  dengan  dunia nyata, dan bukan sekedar kopdar (kopi darat). Koinlah instrumen yang menjembatani aktivitas sosial ini. Masyarakat pemilik koin secara nyata bersatu   dalam ikatan emosi dan hakiki kultural khas Indonesia: bergotong royong. Semua lapisan masyarakat ikut terlibat, dari seorang tukang sapu yang menyumbang Rp 250 sampai politisi yang menyumbang Rp 5 juta, semua dengan koin.

Masyarakat ternyata tak punya sekat sosial dalam pengumpulan koin untuk keadilan ini. Semua memiliki ketulusan dan keinginan yang sama,  yaitu melakukan gerakan sosial yang tidak destruktif, untuk membuka mata para penguasa bahwa rakyat di bawah begitu kuat ketika bersatu. Bahkan tanpa ada yang memimpin.

Dalam bukunya berjudul “Socialnomics”, Erik Qualman  memaparkan  bahwa saat ini kita berada di awal sebuah revolusi, yang dipicu dan didorong oleh media sosial.  Dimana tersedia kemudahan dan kecepatan informasi yang menjangkau pelbagai  lapisan sosial masyarakat.  Kita sedang  memasuki  peradaban baru, sebuah dunia baru, dan ini dunia   socialnomics. Dimana ada   sebuah perubahan sosial-ekonomi  besar-besaran. Sadar atau tidak kita sudah  memulainya. Selanjutnya?

Leave A Reply

* All fields are required