The power of digital

Saat ini, kerap kita jumpai di sejumlah milis produk (gadget, kamera, mobil, dan lainnya),  anggota milis minta testimoni tentang sebuah toko, produk baru,  kredibilitas pedagang, sebelum mereka melakukan transaksi.
Memang, tak bisa dipungiri bahwa konsumen sekarang lebih mempercayai apa kata teman (atau komunitas) yang telah memiliki pengalaman terhadap produk atau layanan, ketimbang apa kata iklan produk/layanan  yang mereka cari.

Beberapa saat lalu, pernah terjadi di sebuah milis otomotif, dimana sebuah bengkel resmi ATPM dibilang tidak bagus pelayanannya, maka informasi negatif itu kemudian menjadi rujukan anggota milis untuk tidak menggunakan layanan bengkel tersebut. Atau pernah juga sebuah outlet barang gadget  di kawasan bisnis Jakarta kesandung masalah melalui milis, lantaran ketahuan bahwa produk yang dijual tersebut barang bekas.

Itulah salah satu ciri pelanggan 2.0, seperti yang dipaparkan oleh Don Tapscott, dalam bukunya yang teranyar, “Grown up digital”.  Mereka yang disebut Net Generation (berusia 11  – 32 tahun),  menjadikan internet sebagai urat nadi hidupnya. Salah satu karakter generasi ini  adalah : “I will check it out before I go to the store”,  artinya mereka akan browsing, mencari informasi sebanyak-banyak tentang produk, harga, dan alternatif dari barang/layanan yang diinginkan.

Jejaring sosial di dunia maya
Jejaring sosial di dunia maya

Dan jika kita googling di dunia maya, dengan memasukkan satu kata kunci,  katakanlah sebuah produk A, bisa jadi kita akan menemukan puluhan bahkan ratusan informasi yang terkait dengan kata tersebut. Kalau kita telusuri, info tersebut bisa berasal dari portal resmi perusahaan penjual produk/layanan yag kita cari, atau blog yang pernah memiliki pengalaman terhadap  produk tersebut (user experience), bahkan juga diskusi yang pernah terjadi (negatif maupun positif) tentang layanan itu.

Seorang produsen dari industri komponen otomotif pernah mengeluhkan,  ketika ia googling dengan kata kunci merek produknya, maka 10 besar berita yang muncul terkait merek Z (sebut saja begitu) kebanyakan  negatif. Hanya ada 1 yang nuasanya netral, sayangnya informasi netral tersebut  secara substansi tidak relevan dengan atribut atau positioning produk yang ia jual.

Artinya, jika kebetulan calon peminat produk berselancar dan mendapati info negatif tentang merek  itu, bisa dipastikan ia akan mengurungkan niatnya untuk membeli produk tersebut. Dan lazimnya, ia tak cuma menyimpan info itu untuk dirinya sendiri, tapi membaginya kepada kawan atau komunitas yang kebetulan memerlukan informasi yang sama. 

News Group International pernah mengungkapkan bahwa  67%  bisnis/ekonomi dijalankan melalui WOM (Word of Mouth), dari mulut ke mulut atau getok tular. Nah, dengan pertumbuhan pesat media berbasis user/consumer generated content,   maka kekuatan  word of mouse (WoM) – copy paste, forward dan broadcast —   telah membuat budaya  Word of Mouth menjadi lebih powerful. Apalagi, saat ini sekitar 20% pengguna internet membaca media berbasis user generate content, dan  50% dari mereka berusia di bawah 25 tahun.

Karenanya untuk melayani generasi Net di era jejaring sosial seperti sekarang ini, produsen setidaknya  harus memahami apa keinginan mereka, bagaimana mereka mencari informasi, dan bagaimana pergaulan  (jaringan)  mereka.

Seperti dipaparkan Don, yang juga penulis buku Wikinomics ini,  ciri-ciri pelanggan 2.0 ini:  mereka, para warga daring (online)  menginginkan kebebasan berekspresi, artinya produsen mesti memberikan banyak pilihan yang lebih baik. Mereka, selain ingin didengar suaranya,  juga ingin dilibatkan, dalam desain produk ataupun program yang disiapkan produsen. Mereka juga menginginkan kecepatan dalam layanan pelanggan. Karenanya, membiarkan mereka menunggu terlalu lama untuk sebuah respon, sama artinya memberi kesempatan mereka untuk menumpahkan kekesalannya melalui WoM.

Oleh sebab itu,  membangun user experience yang positif adalah mutlak  dilakukan  produsen. Apalagi jika sasaran pelanggannya adalah  pengguna internet.  Pengalaman pelanggan yang positif, yang kemudian disebar luaskan via  pelbagai jejaring sosial  di dunia maya, akan  lebih diperhitungkan pelanggan,  ketimbang medium promosi lainnya. Karena, disadari atau tidak, user experience dan WoM telah menjadi kekuatan baru  dalam pemasaran dan komunikasi di era 2.0 ini.

Dengan  jumlah pengguna layanan telepon selular di Indonesia yang sudah mencapai 150 juta, serta pengguna internet 25 juta, golongan ini  adalah “ujung tombak” pemasaran dan komunikasi produk Anda. Dengan kekuatan yang  dimiliki,  mereka mampu mempengaruhi masyarakat pelanggan, yang bisa jadi adalah   target pasar Anda. Karena, kini, mereka bukan saja sebagai pelanggan, tapi juga “produsen”. Mereka  pembaca media sekaligus pembuat berita.

Dalam melayani pelanggan 2.0 ini, melalukan kampanye yang bisa dipercaya-bertanggung jawab dan transparan menjadi sangat penting. Mengajak mereka berkolaborasi juga perlu dilakukan karena mereka bisa  memberikan nilai tambah  atau gagasan baru bagi produk Anda.  Dan yang pasti memberikan pengalaman positif akan lebih utama. 

Maka tak berlebihan jika Don, menyarankan, “Jadikan generasi net, sebagai pusat kampanye pemasaran Anda,”  Ya, kenapa tidak…

*Tulisan ini telah dimuat di Koran Jakarta, 6 Mei 2009

Leave A Reply

* All fields are required