Positioning Singapura. Indonesia pun bisa

Esplanade
Esplanade

Apa yang kita ingat tentang Singapura? Shooping, Orchard Road,  Esplanade, Gedung Durian, Changi, Sentosa Island, dan masih banyak lagi.

 

Singapura, negara yang luasnya tak lebih besar dari kota Bogor ini  mengandalkan pariwisata sebagai motor perekonomiannya. Maka ketika negara ini dilanda SARS pada 2003, dan dinyatakan dalam  situasi darurat, ekonomi Singapura nyaris bangkrut, karena  kunjungan wisatawan ke sana anjlog sampai 70%.

Saat SARS melanda, pemerintah setempat dan warganya melakukan upaya terpadu agar bisa segera lepas dari bencana  tersebut. Bahkan setiap pagi, menteri Kesehatan Singapura memberikan update melalui siaran langsung di TV  tentang situasi terakhir dan hal-hal yang harus dilakukan warganya. Hebatnya, warga Singapura patuh menjalani semua hal yang di”perintah” kan itu.

Kebetulan waktu itu  aku sempat berkunjung ke Singapura tepat sehari  sebelum negara itu dirilis dari situasi darurat SARS. Turut merasakan betapa ketatnya pengontrolan yang dilakukan. Dari pemeriksanaan di bandara Changi, sopir taksi mencatat data diri dan mengukur suhu badanku, sampai keharusan mencuci tangan dengan bahan pencuci yang tersedia di kasir semua mal. Bahkan, ketika akua akan ikut night tour pun, petugas mengukur suhu badanku, untuk memastikan bahwa suhu badan peserta  tidak melebihi 38’ celcius.

Menonjolkan ras dan budaya
Menonjolkan ras dan budaya

 

Itulah Singapura. Sekian tahun lalu, dengan memperkenalkan positioning  “The Heart of Asia”, Singapura justru  menonjolkan perbedaan ras dan budaya yang harmonis, untuk menarik wisatawan. Dan menjadikan Singapura sebagai tujuan, bukan hanya sebagai batu loncatan atau tempat transit.

Ada  berbagai festival yang jadi agenda “nasional”  Singapura, untuk menarik wisatawan.Hari Raya Aidilfitri, dimana jalan-jalan di sekitar Geylang dan Kampong Glam  dihias dengan  ornamen batik dan instrument-instrumen tradisional. Lalu ada   Mid-Autumn Festival di bulan  September 30th, yang berupsat di China town.  Di Little India, adalah tempat pusat perayaan the Deepavali Light-Up, yang berlangsung September-November.  

Singapura juga punya perayaan Natal dan Tahun Baru yang cukup “heboh” dan mengundang ratusan ribu wisatawan. Dua tahun lalu, aku sempat merayakan Natal  di sana. Turut merasakan bagaimana suasana gemerlap dan penuh sesaknya  Orchard. Ada sekitar 30 pengisi acara – dari paduan suara, vocal group bahkan ada  alat musik etnik Indonesia – yang ngamen di sepanjang Orchard. Bagi wisatawan yang merayakan Natal di sana, juga bisa memilih kebaktian Natal di gereja mana saja, yang informasinya bisa diperoleh di buku saku yang tersedia.

Gemerlap Natal di sepanjang Orchard
Gemerlap Natal di sepanjang Orchard

 

Uniquely Singapore  negara Singa ini ditonjolkan melalui  2 area:  art dan sport. Untuk mengairahkan kegiatan seni, tak tanggung-tanggung upaya yang dilakukan. Selain membangun  Esplanade, agenda kegiatan seni pun dirancang apik. Di gedung yang atapnya mirip buah durian ini — dan didukung korporasi besar di Singapura — pertunjukan seni baik kelas nasional maupun internasional diselenggarakan. Untuk mendorong minat anak-anak, maka pelbagai kursus seni  diadakan, kabarnya, secara gratis.

Yang terakhir,  keberhasilan Singapura mengelenggarakan balap malam mobil formula yang perdana, nampaknya makin memperkokoh positioningnya di area sport. Sesuatu yang sudah diimpikan negara ini, bahwa negara ini berprestasi di dunia olah raga. Dan harapan itu sebenarnya sudah tercetak sebagai ilustrasi di mata uang mereka,  S$ 10, yang memajang seri sport. 

Ilustrasi sport di mata uang Singapura
Ilustrasi sport di mata uang Singapura

 

Mencermati “perilaku” Singapura, memang mengasyikan. Seorang kawan  pernah berujar padaku, “Aku benci sama Singapura,  Temasek, dan lain-lainnya. Tapi, aku juga kagum sama Singapura dengan segala kreatifitasnya.” Mungkin itu yang dinamakan benci sekaligus cinta.

Mengesampingkan rasa benci ataupun cinta, menurut pengamatanku, Singapura memiliki sebuah konsep yang matang. Dan kelebihan yang lain dalam implementasinya, masyarakat pun bisa buy in konsep tersebut, sehingga mereka ikut menjadi subyek dalam melaksanakan berbagai program pemerintahnya.

Aku juga yakin Indonesia akan bisa seperti itu suatu saat. Kapan? Ketika pertinggi negeri ini mampu menciptakan konsep yang jelas. Serta memiliki kearifan sehingga mampu meyakinkan masyarakat, bahwa berbagai program yang tengah dijalankan akan memberi manfaat ekonomi dan kebanggan bagi masyarakat. Bukan sebagai proyek dan kepentingan segelintir orang.

 

 



 

7 Responses

  1. EnWui
    Reply
    18 October 2008 at 9:55 pm

    waduh gmana ya. wong pemerintah masih sibuk dengan PELITA nya Proyek LIma TAhunan. Garuk uang sebanyak2nya selagi berkuasa sebelum masa jabatan berakhir atau diturunkan ditengah jalan. Pihak oposisi boro2 terlibat dalam hal positif. Sibuk mencari kapan penguasa lengah buat diturunkan. Oh Indonesia…

  2. 19 October 2008 at 4:14 pm

    Kota ku Tarakan “bemimpi” ingin menjadi Litle Singapore, tapi kalo baca tulisan ini, kok cita-cita besar itu hanya slogan aja dan hanya mimpi yang entah kapan bisa tewujud

  3. 19 October 2008 at 5:21 pm

    belum pernah ke singapore mbak 😀

    Indonesia terkenal dengan Bali-nya…hmm, trus apa lagi yaach 😀

  4. 19 October 2008 at 11:29 pm

    saya setuju, Indonesia belum punya konsep yang jelas. Hal ini mungkin karena Indonesia punya segalanya sehingga sulit menentukan satu konsep yang spesifik.

    btw, saya lihat acara anda di Metro Tv, keren.

  5. 19 October 2008 at 11:45 pm

    Indonesia HARUS bisa mba,,wong uda ada smua,,,tinggal manajemennya aj diperbaiki..kurangi KKN..pasti bisa !

    Salam kenal

  6. 19 October 2008 at 11:53 pm

    indonesia harus bisa! buktikan slogan kita. indonesia bisa. kerja keras dan ketekunan utk berubah, ini yang menjadi pemicu untuk menjadikan bangsa ini sebagai bangsa yang benar2 besar! dan ga kalah dg bangsa ‘seuprit’ macam singapore…

  7. 22 October 2008 at 5:27 pm

    Dear Eliz,
    Thanks sudah berkunjung ke blog saya yang aneh tersebut.

    Saya bagi kisah mengenai “Pancasila” orang Singapura yha:
    Pasal Pertama: One Wife,
    Pasal Kedua: Two Children,
    Pasal Ketiga: Three bedrooms,
    Pasal Keempat: Fourwheels,
    Pasal Kelima: Five Thousands US$ of salary (at least).
    Ada pertanyaan?

Leave A Reply

* All fields are required