A part of history

Be a part of history the world’s 1st formula night race.  Itulah tema yang diusung Formula 1 di Singapura yang berlangsung 26-28 September lalu.  Balap mobil Formula 1 untuk pertama kali berlangsung malam hari – yang  disponsori SingTel — selain menyedot lebih dari 100 ribu pengunjung, perhatian dunia, dan menjadi kebanggaan masyarakat Singapura.

Ikuti saja tanda ini
Ikuti saja tanda ini


Headline The Straits Times, 29 September 2008, “Historic night race wows world”, memperjelas kebanggaan itu. Aku beruntung bisa turut menyaksikan secara langsung “wows world” dan menjadi bagian dari “sejarah” pada balapan formula malam.

Seusai menyaksikan kemenangan Alonso dan kekalahan tim Ferrari, sembari menyelonjorkan kaki yang kelelahan  di pelataran  Esplanade,  aku  pun berdecak “wow”.  Sebagai sebuah program marketing dan communication Singapura, Singapore GrandPrix   bisa disebut,  “nyaris  sempurna”.  Rapi, nyaman, dan zero insiden atau kecelakaan  apapun bagi pengunjung. Ini setidaknya  menggambarkan bahwa manajemen penyelenggaraannya   rapi dan terencana.

Beberapa poin  yang sempat  kucatat:
1. Point of info.
Berbeda dengan di sirkuit — dimana akses masuk  semua pengunjung melalui pintu utama,  F1 di Singapura — yang  berlokasi di area Marina ini — menyediakan 9 pintu masuk. Infonya  ada  di semua Visitor’s map Singapore, yang tersedia  di banyak tempat. Ini memudahkan pengunjung untuk memilih pintu masuk, akses terdekat menuju ke arena.

Hal penting lainnya, panitia juga menyiapkan cukup banyak petugas yang sarat  informasi sebagai  point of info.  Ini  berbeda dengan di sirkuit Sepang, misalnya, acapkali pengunjung kesulitan mencari  petugas yang bisa memberikan info. Aku rasa ini poin yang memberi  kontribusi signifikan  bagi  kenyamanan pengunjung.

2. Security.
Selain nyaman, situasinya juga  tertib dan aman. Dan ini dijaga betul. Ibaratnya reputasi negara dipertaruhkan. Maklum, ini pengalaman pertama bagi Singapura menyelenggarakan racing malam,  di jalanan dan  di kawasan distrik bisnis yang cukup padat.  Selain menyiapkan petugas yang mumpuni,  panitia, misalnya,  juga menutup semua “lobang” di sekitar Marina, yang pemandangannya  ke arena.  Bagiku agak aneh  dan kesannya kok pelit, ”kenapa tak dibiarkan saja agar lebih banyak orang bisa mengintip acara ini, “ pikirku.

“Ini untuk keamanan,” jawab petugas yang  kutanya,  sore itu ia sedang memasang “tirai” (kain hitam).  Menurutnya,  ini  area publik, dan  mereka tak menghendaki adanya  kerumunan massa di pinggir pagar yang berpotensi  kecelakaan.  Itulah Singapura,  setelah ditutup, toh tak ada yang memaksa melucuti “tirai”nya seperti yang laiknya terjadi di Indonesia.

3. Perlengkapan.

Serba knock down alias copotabel
Serba knock down alias copotabel

Untuk penyelenggaraan F1 ini Singapura telah teken kontrak untuk 5 tahun. Sambil nonton, aku  sempat mencermati perlengkapan yang ada:    cukup kokoh dan semuanya  serba knock down.  Ya pagar pembatas, grandstand, dan lainnya.  Dengan begitu, semuanya bisa disimpan dan  digunakan  F1 tahun depan.  Dengan  berkelakar, aku bilang ke  adikku, “Negara ini  kan kecil, perlengkapan sebanyak ini  akan mereka simpan di mana, apa sewa tempat di Batam ya.”

4. Ketegangan dan Keindahan.
“Mungkin ini pemandangan terbaik dari  F1,” ujar Nobert Haug, bos Mercedes yang dikutip The Sunday Times. Wilayah selatan Singapura diwarnai  perpaduan antara arsitektur   kuno dan modern. Ada Singapore Flyer, Anderson Bridge, Merlion Park, The Fullerton, Marina Bay, gedung-gedung perkantoran modern lainnya.    Malam itu  pengunjung F1, dan  penonton di seluruh dunia — yang menyaksikan live show melalui Star Sport — disuguhi tak cuma ketegangan  balapan  Formula, tapi juga keindahan “malam” negara yang luasnya tak lebih besar dari Bogor ini.   Artinya,  tak cuma kesuksesan  F1 yang  akan memperkuat positioning Uniquely Singapore di mata dunia, tapi juga  atmosphernya.

Yang pasti, menjadi bagian dari sejarah, tanpa menenteng souvenir, ibaratnya seperti sayur tanpa garam. Bagiku, inilah bagian  yang  mengecewakan.  “Jangan lupa bawain atribut F1 ya, apa aja deh, pokoknya yang menandakan F1 Singapore,” begitu pesan kawan-kawanku. Booth yang menjual merchandise F1  tersedia di beberapa  titik di area racing, tapi  itemnya terbatas, dan harganya itu lho, lumayan mahal.

"Bukti", pengganti souvenir
"Bukti", pengganti souvenir
Kebanyakan akhirnya memilih  foto (yang juga bisa dijepret via handphone) sebagai “barbuk” telah menjadi  bagian  dari sejarah. Itulah  yang dilakukan 3 pelancong dari Philipina. Dengan memanjat pagar di sisi  Mandarin Marina Hotel, berlatar belakang LCD layar lebar yang menyiarkan F1 secara live,  mereka pasang aksi, “A part of history yah,” ujarnya dengan logat Singaporean sambil  jarinya membentuk huruf V. Aku hanya  tersenyum melihatnya,  dan dalam hati aku berkata,” sama dong……..(bersambung).

Leave A Reply

* All fields are required