Bila Sinyal Petak Umpet

Di saat berselancar di dunia maya sudah mulai menjadi gaya hidup sebagian masyarakat, khususnya di kota besar, saat itu pula kebutuhan untuk bisa “nyambung terus” pun makin tinggi.

sinyal-3.jpg

Apalagi bagi mereka, kalangan pecinta gadget yang punya banyak email account, gemar bersosialisasi melalui dunia maya, atau hobi chatting.

Sebagai kalangan yang sangat haus akses Internet, mereka harus selalu connect selama 24 jam. Bila jaringan Internet putus atau lambat, maka segmen ini pulalah yang paling merasa paling terganggu, seakan kehilangan asupan oksigen bagi tubuhnya.

Belakangan mobile broadband Internet mulai marak di Indonesia. Beberapa operator yang sudah memiliki lisensi 3G seperti XL, Indosat dan Telkomsel, gencar berpromosi menawarkan layanan tersebut. Bagaimana layanannya?

Mereka memberi kemudahan layanan bagi pelanggan untuk mengakses Internet di mana saja, kapan saja, saat lagi jalan ataupun di tempat-tempat mereka biasa nongrong, di mal, kafe, kampus, busway, stasiun, dan lainnya.

Pada mulanya, layanan akses mobile broadband, sangat lancar jaya. Kecepatan aksesnya bahkan bisa mencapai 3 Mbps. Namun, belakangan kecepatan ini kian menurun. Ada apakah gerangan?

Masalah kecepatan akses muncul ketika jumlah pengguna/pengakses data kian meningkat. Para pengguna pun mulai merasakan lambatnya koneksi, bahkan acap kali mendapati “sinyal bengong”. Sinyal ada, mentok, tapi tak ada koneksi ke Internet. Dengan kata lain, sambungan ada tapi tak bisa browsing. Secara bercanda seorang pengguna menyebutnya “sinyalnya kok main petak umpet”.

Secara sederhana, berhasil tidaknya atau cepat lambatnya akses yang didapat seseorang ketika melakukan akses Internet menggunakan mobile broadband seperti 3G/HSDPA memang tergantung berapa banyak pengguna yang melakukan akses di satu titik (BTS) pada saat yang sama. Jika kapasitas di titik tersebut sedang penuh, maka koneksi yang dilakukan akan ditolak. Akibatnya, bisa saja pengguna mendapatkan sinyal, tapi tidak bisa melakukan browsing.

Ada juga dua orang pengguna yang sedang melakukan browsing di titik yang sama, menggunakan jaringan operator yang sama, namun mendapatkan speed yang berbeda. Si A bisa akses dengan kecepatan 450 Kbps, sementara si B hanya mendapat 135 Kbps.

Itu terjadi karena koneksi menganut konsep first come first serve. Artinya, si A yang terlebih dulu connect, kebetulan pengguna jaringan di wilayah tersebut belum penuh, sehingga si A bisa mendapat speed yang lebih tinggi. Sementara ketika kemudian si B masuk, ternyata jaringan di wilayah tersebut sudah mulai penuh, dan si B cukup puas mendapatkan kapasitas yang tersisa.

Saat ini, umumnya konfigurasi jaringan akses data yang diterapkan oleh operator selular berbasis teknologi GSM adalah: GPRS, EDGE, 3G, HSDPA/3,5 G. Untuk GPRS, boleh dibilang, semua BTS milik operator GSM, semisal XL, sudah mendukung (GPRS ready).

Sedangkan untuk cakupan 3G, memang belum menjangkau semua wilayah. Tapi setidaknya, sampai saat ini sudah sekitar 80 kota (sampai tingkat kabupaten) yang sudah 3G ready.

Jaringan HSDPA memang masih difokuskan di ibu kota-ibu kota provinsi, itu pun masih belum di semua pulau. EDGE yang diimplementasi belakangan adalah untuk menggantikan wilayah-wilayah yang utilisasi GPRS-nya cukup tinggi.

Dengan desain jaringan seperti ini, ketika pengguna sedang mobile dan akses data, tentunya kualitas sinyal yang didapatpun bisa beragam: bisa cepat, atau lambat, sesuai tipe BTS yang meng-cover-nya. Dan bisa saja, tiba-tiba koneksi terputus. Ini terjadi ketika pengguna melewati wilayah perbatasan antar-BTS. Pada saat itu, terjadi hand over antara satu BTS ke BTS lain. Dan kebetulan di BTS yang baru, kapasitas/kanal data sedang penuh, sehingga akses pengguna tersebut terpaksa mental.

Sejatinya, manajemen jaringan dan kapasitas memang tidak sesederhana gambaran di atas. Apalagi saat ini, dengan tarif murah (untuk voice) yang ditawarkan para operator, selain meningkatkan jumlah pelanggan, pastinya juga menambah jumlah trafik. Artinya, utilisasi jaringan pun jadi makin tinggi. Bisa jadi, tingginya trafik suara ini yang –- terpaksa — menggusur kapasitas yang semestinya dialokasikan untuk data.

Menghadapi situasi seperti ini memang para operator harus bekerja ekstra keras. Baik untuk membangun jaringan (terutama untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas) serta menyiapkan jaringan berbasis IP. Selain itu, mesti pandai-pandai mengelola frekuensi terbatas yang dimiliki operator agar mampu menampung jumlah pelanggan yang makin besar.

Jadi bila saat ini pengguna mobile Internet masih mendapati “sinyal palsu”, itu adalah bagian dari proses pertumbuhan yang cepat dari industri berbasis teknologi seperti telekomunikasi ini. Pemahaman para stakesholder dan sosialisasi persoalan ini menjadi sangat penting perannya. Dan tentu saja solusi adalah yang diharapkan.

5 Responses

  1. 24 March 2008 at 7:03 am

    yap, g skrg super susah browsing via GPRS (2G) ada sinyal bisa sms tp gak bisa GPRS, sungguh susah sejak promo nelpon sampai puas… Akhirnya g pake sedikit trik, tiap mau Internetan PAKSA PINDAH jaringan ke 3G, emang bisa tapi sinyal 3G di rumah g juga empot empotan…

  2. mantep
    Reply
    31 March 2008 at 12:40 pm

    Saya sendiri masih mantep pake Flash-nya Telkomsel.
    Mudah, nggak ribet, jaringannya terlalu luas, dan mungkin karena sosialisasinya yang mengena.
    Sama speedy juga walopun banyak komplain tapi teteup ajah dicari2..
    Yah, semoga XL nggak berkutat di permainan pricing aja. Lama-lama kita bosen lihat XL yang kekanak2an pamer nol koma nol…nol…nol..
    Iya, XL yang termurah kok.. Itu terbukti benar dan dijamin.. Tapi pelanggan sekarang tidak butuh termurah, toh semua opertaor udah murah.
    Terbukti Indosat malah naik laba bersihnya dan makin susah disalip

  3. 31 March 2008 at 3:14 pm

    Mmmm… untuk membuat persaingan makin kompetitif mungkin perlu adanya regulasi khusus untuk penerapan EVDO by CDMA di Indonesia..karena saat ini yang bermain dilayanan data cepat yang mempunyai fitur mobille baru operator GSM saja.
    Padahal saat ini ditempat lain di Bumi ini kecepatan EVDO sangat bisa diandalkan dan layanan datapun makin beragam. layanan data via Operator CDMA bisa bersaing dengan layanan data via Operator GSM…

  4. 11 February 2009 at 10:18 pm

    wah,, seneng aku baca artikelnya mbak,.,. jadi banyak menambah wawasan ku .,., klo aku masih setia pake provider indosat ,, belum ada keluhan,,. apalagi pas dikantor. walaupun speednya di klaim max cuma 256 kbps tapi aku udah coba speed testnya malah sampe di 497kbps,,.,.yah lumayan lah.,. masalahnya cuma pas dirumah,., karna sinyal 3g ga sampe sini.,.,.,.,.kira2 bisa ga ya ditembak pake antena pengnguat sinyal BTS nya.,. klo jaraknya sekitar 3 kilo dari rumah.,.,.biar dirumah kenceng juga.,., thanks,.,

  5. 20 March 2009 at 7:44 am

    bagus tu kalo dapat 497kbps, di kampung saya cuman dapt 63.5 kbps, mklum wong deso, gubuk aku di Cianjur selatan mas, yg ad hsdpa nya di Sukabumi kota, jd kalo pasang antena penguat pun kyaknya gk bisa, tapi kalu untuk 1-3 km, kayaknya bisa tuh, pake antena bazoka 3g, coba aj tanya ke mbah google.

* All fields are required