Hari ke 2 di Yogya, bakal diisi agenda yang padat. Maka kami ber6 pun bangun pagi. Aktifitas diawali dengan ber-photo photo di sport center Taman Palagan yang epic. Kebetulan cuaca juga cerah, dan matahari belum menyengat. Setelah puas jeprat jepret, kami pun meluncur menuju kota, dengan ‘pitstop’ pertama: sarapan di toko kue Trubus di daerah Prawirotaman. Dan nasgor, bihun goreng, lumpia, tahu jadi menu sarapan kami. Rasanya tak puas-puasnya mengudap makanan di situ, semuanya endes.


Masih ada waktu 1 jam sebelum jadual latihan menari, jadi kamipun menyempatkan diri mampir ke pasar BeringHarjo . Mumpung masih pagi. Pasar Beringharjo yang legendaris memang harus masuk agenda yang kami singgahi. Nah, sudut batik lawasan adalah salah satu konter yang kami tuju, dan lumayan lama kami ngubek ubek di situ. Sampai kemudian kami mendapat ide untuk membeli tas tenteng besar batik lawasan, kembaran ber6. “Ini bagus ya untuk kita pakai latihan menari, bisa isi banyak. Kita samaan yuk…” ujar jeng Ria, salah satu sahabat nari kami.

Keluar dari pasar, menuju ke kawasan Kraton, kami memilih naik dokar. Ya…ke Jogja tanpa merasakan naik dokar seperti halnya, ke Yogya tapi tidak mampir makan gudeg. Begitulah kami ber6 bersesak sesak di dalam kereta berkuda ini. Sementara mobil yang kami pakai, langsung meluncur ke tempat latihan, tanpa penumpang. Hahaha
Latihan bersama DR Teresia Suharti,pengarang buku “Bedhaya semang” selama 2 jam sungguh membawa banyak insight baru. Beliau banyak memberikan tips-tips tentang bagaimana melakukan gerakan-gerakan yang minimal ‘tragedi’. Lho? Lha iya, misalnya, dalam tarian sari tunggal ada, ada gerakan semacam ‘njengkang’, nah beliau memberikan tips bagaimana agar kita tidak kejengkang. Juga trik-trik melemaskan kaki, peregangan. Yang pasti tips-tips nya sangat berguna bagi kami, para perempuan yang sudah mulai berumur ini. Untuk mengurangi efek pegal-pegal usai menari. Selain tips menari, sajian usai latihan di rumah bu Harti juga enak bingit, terutama kue mentonya…



Usai latihan, kami memilih untuk beristirahat. Karena malamnya kami berjanji makan malam bersama seluruh penari dari Mitra Hadiprana Jakarta untuk makan malam di resto Gajahwong, dengan dresscode kebaya jumputan. Ada yang agak istimewa dalam acara makan malam ini, karena kami akan memberi surprise kepada pelatih tari kami: mas Putut, yang sengaja sejak pagi kami ‘cuek’, pura-pura lupa.

Resto GajahWong, kami memilih ruang yang tradional, dan malam itu kami cukup puas menikmati dinner before the performance. Suara musik samba dari ruang yang lain sebenarnya cukup menggoda untuk sekedar bergoyang, namun, kami menguatkan hati untuk segera beristirahat. Agar besok kami bisa fresh dan siap ‘berlaga’ di kraton. (bersambung)