Ketika cinta abadi mengalahkan hasrat kekuasaan.

Pada 20 Juni, tiba-tiba saya di tag oleh @inggita banner sebuah pagelaran tari “Abathi”, pada 1 Juli 2015 di Candi Ratu Boko. Karena penasaran saya cari info di website mereka. Sinopsisnya cukup memikat, dimana pada hari itu akan ada “Star Betlehem” saat Yupiter dan Venus segaris dan memancarkan sinar yang terang, bertepatan dengan bulan purnama. Dan pada tanggal itu bertepatan dengan ulang tahun saya, akan menjadi momen berharga jika saya bisa merayakannya di sana. Reflek saya ingat Susi Ivvaty yang juga lahir 1 Juli, saya kontak dia, untuk bersama-sama nonton Abhati pada 1 Juli. Gayung pun bersambut.

Kemudian saya coba kontak panitia untuk booking tiket. Dalam pengumumannya, penyelenggara tidak menyebutkan tiket, tapi berupa donasi. Nilai sumbangannya Rp 300 ribu, ternyata seat untuk nilai sumbangan itu sudah habis. Yang ada donasi khusus Rp 1 juta. Tapi, kami tak putus asa, berupaya ‘merayu’ panitia dengan segala cara, termasuk bahwa kami berdua ingin merayakan ultah di momen tersebut. Kami pun lalu menggabungkan jurus rayuan maut antar saya dan Susi. Alhasil 2 hari kemudian saya dapat kabar bahwa panitia membuka seat untuk donasi senilai Rp 500 ribu. Thanks God, jadilah Tuhan mengijinkan rencana ini.11

Pada 1 Juli pagi kami berangkat dari Jakarta dengan citilink. Acara Abhati sendiri akan dimulai dengan buka puasa, sekitar jam 17.45. Jadi sekitar jam 16 sore kami berangkat dari tempat kami menginap di Taman Palagan, menuju lokasi. Sebagai orang yang ‘digital’ kami menyerahkan panduan jalan dengan google map. Dan petanya paman google memandu kami sampai di tempat parkir mobil, di sana sudah ada shuttle bus yang akan membawa kami ke candi ratu Boko. Cuaca agak mendung sore itu, jadi suasananya sudah agak gelap ketika kami menuju lokasi. Dan saya sudah terpengaruh perkataan beberapa teman saya yang mengatakan: “candi boko itu angker banget lho,” jadinya kok sudah merinding merinding gitu.

12

Ini untuk pertama kali saya berkunjung ke candi ratu Boko, https://id.wikipedia.org/wiki/Situs_Ratu_Baka . Ini adalah salah satu dari puluhan candi-candi kecil yang ada di kawasan Prambanan. Biasanya saya hanya sampai candi Prambanan saja. Ternyata, candi ini cukup terawat, dan bersih. Sayang, karena agak mendung, jadi saya tidak bisa menjumpai sunset di situ. Dan ketika suasana makin gelap, dengan dibantu beberapa pencahayaan dan cahaya bulan malam itu, suasana candi juga terlihat eksotik. Kata beberapa teman, sunrise di Candi Boko juga keren. So, jadi mungkin nanti saya harus ke situ untuk melihat sunrise.

13

Dari awal saat memasuki area candi ratu Boko, saya sudah dibuat ‘in’ dan excited. Suasananya tenang, bersih dan nyaman. Aneh juga, justru setelah berada di dalamnya, rasa merinding tersebut lenyap. Setelah berbuka dengan tajil yang disediakan panitia, saya mulai eksplorasi tempat itu, dan menyempatkan foto-foto, tentu saja dengan pencahayaan yang seadanya.

Setting pertunjukan ini memanfaatkan candi tersebut sebagai latar belakang. Dan penonton semua duduk lesehan di atas bantal yang sudah disediakan panitia. Pengaturannya cukup rapi dan apik. Begitu juga pengaturan pencahayaan dan sound systemnya cukup pas. Dua jempol untuk penyelenggaranya. Mengingat pertunjukan sebesar ini adalah untuk pertama kali di candi ratu boko. Acara pagelaran ‘abhati’ sesuai rundown baru akan dimulai jam 20.30, seusai tarawih. Iya, banyak aktifitas warga yang dihentikan untuk menghormati warga muslim yang sedang tarawih.

10

Hidangan makan malam yang disajikan adalah hidangan Mataram Kuno abad ke 9. Dimana, upacara makan malam diawali dengan prosesi “sasaji Napa Satya”, yang dipimpin chef Aziz Setyawijaya. Prosesi dibagi 7 bagian, pertama: kendi berisi air suci (tirta) yang dibawa 2 anak perempuan yang belum haid, tujuannya untuk membersihkan dan menyucikan jiwa kita. Kedua: tampah kosong yang memiliki makna untuk memulai segala sesuatunya manusia diharapkan dalam kondisi ‘kosong’ atau suci.

7

Ketiga: tampah yang berisi buah-buahan atau bunga yang berwarna kuning/emas yang melambangkan Hyang Brahma. Keempat: tampah utama yang berisi nasi tumpeng (gunungan) 5 warna yang dikelilingi sayur mayur dan lauk pauk yang disesuaikan dengan pola mata angin. Kelima: tampah berisi bunga wangi yang beragam warna melambangkan kebijaksanaan. Keenam: tampah berisi nasi putih, parutan kelapa, bunga putih sebagai simbol untuk menjaga kebersihan sesudah upacara dalam kehidupan sehari-hari. Dan terakhir prosesi ditutup dengan kendi berisi air biasa, melambangkan kembalinya kita ke kehidupan sehari-hari.

6

Kami, penonton disuguhi minum dari air kendi dan tampah berisi nasih 5 warna berikut sayur mayur dan lauk pauknya. Setiap tampah dimakan kembul/bareng 4 orang. Selain makna dari makanan dan minuman yang disajiikan, ada pesan kebersamaan yang ingin disampaikan melalui makan kembul/bareng.

Usai makam malam, sebelum menyaksikan tari legenda Abhati, diawali dengan universal prayer, doa yang dipanjatkan oleh sejumlah pemuka agama di Indonesia. Ada Islam, Kristen&Katolik, Hindu dan Budha. Tampak sekali pesan keberagaman dan cinta&kasih yang disampaikan. Situasi ini seperti oase yang ditengah kekeringan, di saat nilai-nilai bhineka tunggal ika yang merosot.

5

Heningnya malam, taburan bintang dan sinar bulan purnama membuat suasana di kawasan candi ratu boko terasa begitu syahdu. Pagelaran Abhati diawali dengan kidung pujian “Dewi Tara” yang dilantukan raja SamaraTungga. Cerita Abhati tentang Kisah cinta dari dua insan dari 2 wangsa yang berbeda: Pramodyawardhani, putri satu-satunya dan pewaris tahta Wangsa Syailendra (Budha) dengan Rakai Pikatan (panglima dan penguasa tanah) dari wangsa Sanjaya yang beragama Hiund_Syiwa. Tali cinta yang nyaris terputus oleh Kombayoni, adik raja Samaratungga.

4

Namun,berkat kasih, ajaran hidup, kekuatan cinta dan keajaiban hidup sadar rupanya mampu membangkitkan Rakai Pikatan, hingga ia mampu menaklukkan Kombayoni. Dimana kemenangan Rakai Pikatan adalah kemenangan cinta suci. Dan candi ratu Boko adalah symbol penyatuan 2 wangsa, dua kepercayaan. Abhati.

1

Dapat bocoran dari panitia, bahwa katanya pagelaran Abhati akan dilakukan lagi pada 28 September di candi Plaosan. Jadi yang kemarin belum sempat nonton, bisa catat dan lingkari kalender agar tidak ketinggalan. It worth.
Dan kami meninggalkan candi ratu Boko dengan perasaan puas, dan lega. “It was perfect day.” Tak lebih dan tak kurang. Thanks God.

1 Response

  1. Nng
    Reply
    20 December 2020 at 11:50 am

    Menginspirasi dengan gaya penulisannya..mantap

Leave A Reply

* All fields are required