Akankah Toni Jack’s ‘lebih baik’ dari McD?

Aku tahu  ada Toni Jack’s dari postingan status teman di facebook —  yang kaget ketika mau ke McDonald  Sarinah tenyata  sudah berganti jadi Toni Jack’s — awal Oktober ini. Toni Jack’s, nama terdengar agak aneh bagiku….ini Jack’s, waralaba  dari mana ya,  pikirku. Karena di dunia banyak resto yang berlabel Jack’s.

BK versi ekonomi dan lebih variatif
BK versi ekonomi dan lebih variatif

Kehadiran Toni Jack’s industri makanan cepat saji di Indonesia tampaknya tak se-spektakuler resto-resto cepat saji lainnya, yang mengundang publisitas dan promosi di mana-mana. Resto burger yang menempati 13 eks gerai McD ini malah terkesan hadir terburu-buru, sepi promosi dan publisitas. Bahkan, ketika aku menyempatkan mampir ke outlet TJ  yang menempati bekas  McD Blok M Plaza, kertas bungkus burgernya pun polos, tanpa label seperti laiknya pembungkus burger yang lain. Look dan feel-nya pun tak banyak berubah.

Dari kasak kusuk mencari info (mudah-mudahan benar), 13 resto Toni Jack’s yang baru hadir  merupakan re-inkarnasi sebagian gerai  McD yang dimiliki   Bambang Rachmadi atau kerap disapa Toni Rachmadi. Toni sebelumnya dikenal sebagai pemegang waralaba McD di Indonesia.

Di tangan Toni, McD berkembang pesat, lebih dari 100 outlet. Sayang, belakangan karena berseteru dengan

menu komplit
menu komplit

prinsipal McD,  Toni terpaksa kehilangan hak waralaba McD di sini plus sejumlah outletnya. Nah, 13 gerai yang tersisa kemudian disulap menjadi Toni Jack’s restaurant. Jadi nama Toni di depan Jack’s yang menjadi merek dagang, adalah nama pemiliknya. Seperti halnya McD, TJ pun juga menyajikan ayam dan nasi.  Mungkin ini disesuaikan dengan selera pasar Indonesia. Karena setahuku, McD yang menjual nasi ya cuma di Indonesia. Itupun karena kegigihan Toni meyakinkan prinsipal. Bahkan di Jogja, McD pun lesehan, dan ini satu-satunya di dunia. Itu juga tak lain hasil kreatifitas Toni.

Terlepas dari polemik kepemilikan TJ dan McD, yang lebih menarik dicermati dan dibahas adalah bagaimana prospek TJ di sini? Bagaimana STP (segmentation, targeting dan positioning) TJ. Kalau sekilas melihat, TJ tak beda jauh dengan McD, KFC plus tambahan unsur  Burger King (BK). Namun, belum ada info yang jelas dari pemilik TJ, bagaimana positioning TJ di Indonesia.

Kalau kita merujuk ke rumus dasar  resto, ada 4 kunci suksesnya, yaitu: lokasi, rasa,  harga dan momentum. Dengan mewarisi lokasi eks McD, TJ sudah mendapatkan 1 dari 4 kekuatan sebuah resto cepat saji. Dari 13 lokasi McD yang kini menjadi gerai TJ umumnya berada pusat perbelanjaan yang ramai. Outletnya yang di Sarinah, yang buka 24 jam, adalah salah satu yang terlaris.

Rasa, kalau dari burgernya, lebih dekat ke Burger King/BK ketimbang McD, namun dengan ukuran lebih kecil. Variasi rasa burgernya lebih lengkap dibanding kedua brand di atas. Kentangnya – salah satu yang jadi favorit pelanggan —  sama dengan yang di McD.  Menu lain: ayam tak beda dengan yang di McD. Nah soal harga cukup bersaing baik dengan McD maupun BK. Bahkan burger TJ bisa disebut  burger BK ekonomis.

Dengan pengalaman Toni membesarkan McD di Indonesia, di atas kertas TJ akan berhasil. Namun, jangan lupa, ada 1 hal lagi yang sangat penting, yaitu momentum.

That one-nya yang mana?
That one-nya yang mana?

Apakah meluncurkan TJ secara tergesa-gesa ini adalah momentum yang tepat? Aku kok kurang yakin. Ketika Toni membawa McD ke Indonesia, kondisi pasar fastfood belum seketat sekarang. Dan secara brand, McD memang sudah dikenal di dunia. Nah, TJ adalah merek lokal, lagipula kompetisi di lini ini sudah sangat ketat. Para pemainnya juga gencar dalam melakukan komunikasi pemasaran.

Yang aku tahu, TJ belum beriklan, dan tak gencar melakukan komunikasi pemasaran, baik melalui media konvensional maupun media baru.  Apakah ini makna dari jargon TJ, ’better than that one’?

4 Responses

  1. 4 October 2009 at 4:20 pm

    Terlepas dari masalah lisensi ini, terlepas juga suatu ikatan bahwa kaum minoritas (tionghoa) yang berwadah di indonesia tidak dapat memiliki lisensi Mcd-Indonesia. hal ini awalnya saya tidak yakin, karena awalnya saya pikir hanya sebuah issue semata, tapi ternyata ketika ada salah satu bagian dari keluarga saya mencoba untuk mengurus pembukaan hal Mcd di sekitar bagian Kalimantan Timur bagian utara, barulah saya mempercayai hal ini bukan merupakan sebuah issue semata. Semoga dengan beralih lisensi ini ke pihak sosro akan menjadi lebih mempunyai prototipe lisensi yang lebih kompleks, tidak berpihak pada satu minoritas manapun.

  2. 5 October 2009 at 5:50 pm

    Iya benar mba, saya kemarin ke sana dan saya sama kaya mba, kaget. hahaha untuk ke-empat elemen yang mba V katakan saya setuju. IMHO, saya beranggapan lain.

    Mengenai momentum, saya melihat adanya momentum yang bagus dengan hadirnya TJ ini. Pertama mengenai product cycle. Bukan rahasia Mc’D selaku franchisor emang terkenal ketat dalam hal menu, rasa, SOP, dsb. Tapi hal ini bisa diartikan lain oleh pasar, seperti comfort zone dan lack of innovation. Selama ini, menu Mc,D Indonesia jarang nambah, dan sekali nambah (say, BurYam & burger nasi) malah gagal. Jadi kehadiran ‘rasa’ baru ini cukup oke lah.

    Kedua, mengenai taste pasar sekarang yang mendapatkan kepuasaan dari konsumsi produk-produk ‘Barat’. TJ seakan-akan (maaf-di mata segmen C, D, E) berasal dari Barat sana. Terima kasih.

    Salam,
    imocia
    http://imocia.blogspot.com

  3. mobeol
    Reply
    9 October 2009 at 1:51 pm

    @adi,…..gak ada relevansinya!, kawasan Kalimantan tidak ada McD kecuali Samarinda karena distribusi raw productnya sulit sekali baik dari segi cost maupun lama pengirimannya, alasan yang sama berlaku untuk Sulawesi bagian tengah ke utara, Ambon, NTT dan Papua. Konon Balikpapan juga tdk ada karena harga/sewa property (ditempat startegis) Ruaaaar biasa!. Alasan rasial yang anda sebutkan sangat tidak masuk akal, tahukah anda? dulu untuk mendapatkan hak franchise, pemodal harus mau “magang” melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan pekerja rendahan di restoran itu? Ini yang biasanya menjadi kendala, sangat2 sedikit orang kaya di negeri ini yang mau menyapu, mengepel, atau membersihkan toilet bahkan dirumahnya sendiripun! Konon dulu Bambang “Toni” Rachmadi menjalani proses “bersusah payah” itu selama 1 tahun dan (sepertinya) itu pulalah yang memicu kemarahannya saat McD menjual hak franchise ke pihak lain tanpa sepengetahuannya.
    Keluarga anda itu,… maukah melakukan proses magang tsb?, mungkin karena magang itu keluarga anda ditolak atau menolak.

    Dikit dikit issue SARA, dikit dikit issue SARA, Issue SARA kok dikit dikit?

  4. ich
    Reply
    15 October 2009 at 12:49 am

    klo untuk ayam goreng, tetep kfc juarana..

* All fields are required