Khotbahnya nggak relevan… khotbahnya bikin ngantuk…..khotbahnya mbulet….nunggu aminnya lama banget. Celetukan seperti itu tentu tidak asing bagi kita umat kristiani jaman now. Usai ibadah, komentar itu tak jarang terdengar dalam percakapan antar jemaat.
Ibadah minggu itu adalah sebuah rangkaian yang utuh, dari votum, hingga pengutusan. Namun, tidak bisa dipungkiri, khotbah sering dianggap sebagai bagian terpenting yang ditunggu jemaat dalam ibadah minggu. Ya karena khotbah berhubungan erat dalam membangun kehidupan rohani jemaatnya. “Aku tuh pengin habis dengerin khotbah trus ada rasa plong gitu di pikiran dan sini (menunjuk ke dada),” ungkap seorang perempuan milenial, yang bekerja di kawasan pusat bisnis Jakarta.
Jumat & Sabtu lalu, kami berenam, penatua GKI Pamulang berkesempatan mengikuti pelatihan yang bertajuk: Pembinaan Pelayan Firman Non Sarjana Teologi, yang diadakan GKI Klasis Jakarta II. Selama1,5 hari sekitar 60 an peserta dari sejumlah GKI belajar bersama pendeta Addi S Patriabara dan pendeta Wisnu S Nugroho dari LPPS GKJ dan GKJ Sinode Wilayah Jawa Tengah.
Pertengahan tahun lalu, ketika saya menerima panggilan untuk menjadi bagian dari Majelis Jemaat GKI Pamulang, saya tahu kekurangan saya. Ilmu dan pengalaman saya di bidang korporasi (duniawi), tentu jauh dari aspek kerohanian dan teologi (surgawi). Karenanya tawaran untuk belajar singkat ini tidak saya lewatkan. Tentu saja belajar 1,5 hari itu hanya dapat ilmu seujung kuku dibanding para pendeta yang belajarnya 4- 5 tahun. Tapi setidaknya, belajar dan mendapatkan pengetahuan baru yang cuma seujung kuku ini akan sangat bermanfaat bagi saya.
Pdt Addi dan pdt Wisnu adalah pengajar pelatihan yang keren. Konten dan konteks nya bagus. Walau topiknya ‘berat’, materi disajikan dengan simple tapi berisi, cara menyampaikannya juga enak (tidak bikin ngantuk). Sebenarnya mereka berdua, selain sebagai pendeta, sepertinya juga cocok menjadi stand-up comedy….pisss pak.
Berkhotbah itu memberitakan firman Tuhan dalam konteks masa kini. Mengutip pdt Eka Darmaputera: ”Khotbah yang baik adalah khotbah yang jelas serta merangsang orang untuk mengambil keputusan secara sadar, bebas dan tepat.” Sementara tujuan khotbah, menurut pdt JL CH Abineno: “adalah untuk pertobatan dan pertumbuhan iman pendengarnya. Karena khotbah adalah pemberitaan firman Tuhan dalam situasi kongkrit manusia.”
Setelah memahami tentang peran dan tujuan khotbah, pertanyaan selanjutnya: bagaimana menyiapkannya. “Nyiapin khotbah itu nggak gampang, susah, ” kata Edwin Santoso, rekan penatua milenial dari Pamulang saat kami diskusi kelompok untuk menyiapkan sebuah renungan pendek.
Sabtu pagi itu kami semua diberi tugas untuk menyiapkan renungan/khotbah singkat (maksimal 5 menit). Kami memilih bacaannya, kemudian menafsirkannya, mencari relevansi pesannya dengan masa kini, ide/gagasan penyampaian, lalu disusun menjadi sebuah khotbah/renungan.
(1)Tafsir. Setelah kita mendapatkan nats bacaannya dan membaca teks alkitab, apa artinya saat teks ini ditulis. Nah, ini bagian yang tersulit. Ada ayat yang pesannya ditulis secara gamblang (tersurat), namun banyak juga yang samar (tersirat). Pdt Wisnu mengajak kami berlatih menafsir secara sederhana, dengan membuat catatan fakta yang ada dalam bacaan tersebut. Siapa saja tokohnya, apa yang dilakukan tokoh-tokoh tersebut. “Confirm soal tafsiran ini ke pihak yang kompeten,” tambahnya. Nah. dalam konteks pekerjaan saya sehari-hari, itu seperti membuat mind mapping.
(2). Teladan/Pengajaran. Dari daftar tokoh & yang diperbuatnya (sesuai teks alkitab yang kami baca) kita mendapatkan sejumlah pengajaran. Misalnya dari bacaan Kisah Para Rasul 8: 26 – 40 kita mendapatkan teladan: iman, pengharapan dan seruan.
(3). Respon. Jika kita bawa ke dalam kehidupan kita saat ini, bagaimana respon kita jika kita menghadapi masalah? Di sini kita diajar agar: lari kepada Tuhan, tetap sukacita, yakin punya pengharapan dan berserah.
(4). Ilustrasi. Setelah mendapatkan kerangka berisi 3 hal tersebut di atas, ada poin penting lagi yang perlu kita siapkan, yaitu: ilustrasi. Ilustrasi adalah bagian penting dari pemberitaan firman. Karena banyak kebenaran yang hanya bisa dipahami dalam bahasa gambaran.
Tujuan ilustrasi, antara lain: memperjelas maksud, memudahkan mengingat, menarik perhatian, menurunkan ketegangan, menggerakkan perasaan. Nah, bentuk ilustrasi bisa berupa data statistik (ini termasuk yang disukai jemaat), kutipan, cerita/film, puisi/lagu atau metafora. “Mencari ide dengan banyak baca, mendengar radio dan memperhatikan hal-hal aktual dalam kehidupan sekitar kita,” jelas pdt Wisnu.
Namun, pdt Addi mengingatkan, agar cermat dan pas dalam memilih ilustrasi. Ilustrasi yang baik: sesuai dengan karakter diri, dekat dengan pendengar, menarik, memberi efek pada perasaan, sesuai dengan isi/materi, tidak diskriminatif. “Contoh nih, jangan kita cerita tentang gudeg saat khotbah di tanah Toraja. Ora mudeng jemaat e,” jelasnya. Dan, ilustrasi berupa cerita/kesaksian pribadi dan nyata yang bisa disampaikan, akan lebih kena bagi pendengar.
(5) Menuliskan khotbah. Setelah bahan-bahan di atas terkumpul, kemudian khotbah disusun/ditulis. Menuliskan khotbah itu membuat monumen pengalaman iman. Mengutip pdt Andar Ismail, menuliskan khotbah itu bukan hanya merangkai kata, melainkan menalarkan konsep secara cermat dan tepat. Syaratnya: kemauan membaca dan menulis.
Di bagian terakhir ini, sebelum menulis, sebaiknya membuat kerangka (plot): pembukaan, isi dan penutup. Pembukaan, dalam ilmu menulis disebut lead, dan ini termasuk bagian yang sulit. Menemukan lead yang baik, tidak mudah dilupakan dan berdampak. Biasanya jika openingnya menarik, pendengar akan konsentrasi untuk mendengarkan lanjutannya. Pembukaan khotbah juga bisa berupa pernyataan, pertanyaan.
Pembukaan adalah perantara untuk masuk ke isi atau ‘daging’nya. Menurut pdt Wisnu, ada 2 pendekatan isi. a. Dengan memanfaatkan konsep jurnalistik. Harus ada unsur 5W 1 H (what, where, when, who, why dan how). b. Kotbah tafsiran, yaitu menuturkan, menerangkan atau menafsirkan ayat-ayat ayat yang tertulis di alkitab. Kemudian penutup adalah kesimpulan yang terpenting, bisa berupa ayat alkitab yang diangkat sebagai tema khotbah. “Ucapkan amin sebelum pendengar mengharapkannya,” ujar pdt Wisnu sambil tertawa.
Nah, setelah materi khotbah disiapkan. Tugas selanjutnya adalah menyampaikannya. Untuk bagian ini menyangkut tehnis berbicara. VITAL (Volume, Intensity, Tone, Articulation, Light). Ada orang yang dikarunia talenta berbicara (verbal) bagus, tapi ada yang kurang. Untuk itu perlu yang namanya : belajar dan berlatih membaca dengan suara. Practice, practice and practice is continuous improvement. Get a little bit better every single day.
Hal penting lainnya bagi pengkhotbah adalah: bahasa tubuh. Ini menyangkut tentang kontak mata, ekspresi wajah, postur santai & nyaman, serta gerak tangan yang menegaskan makna. Bahasa tubuh merupakan bagian dari komunikasi non verbal. Pandangan mata, contohnya, sangat mempengaruhi pendengar, apakah mereka merasa dihargai atau tidak.
Sebelum menutup sesi, kedua pengajar kompak mengingatkan bahwa khotbah yang baik itu memerlukan persiapan. Persiapan adalah kunci. Dengan persiapan yang mumpuni, diharapkan hal-hal yang disebut di awal tulisan ini bisa diminimalisir. Dan tentu saja yang paling utama adalah selalu minta tuntunan Tuhan.
Note: Tulisan ini merupakan rangkuman intisari dari materi Pembinaan Pelayan Firman Non Sarjana Teologi GKI Klasis Jakarta II, 17-18 Januari 2020.