Ada beberapa contoh program sosial yang sukses dan menggema karena dikampanyekan melalui social media. Sebut saja yang paling aktual adalah Koin Keadilan untuk Prita. Gerakan pengumpulan koin logam untuk Prita Mulyasari, dalam waktu 10 hari, tanpa ada komando, masyarakat berhasil mengumpulkan lebih dari Rp 650 juta.
Sosialisasi gerakan ini bermula hanya melalui social media : blog, twitter dan facebook. Namun, di sini social media bergerak seperti virus yang menyebar begitu cepat tanpa batas ruang dan waktu. Melalui situs koinkeadilan.com, yang digagas oleh penggiat sosial media yang bermarkas di Langsat, sebagai pusat informasi, pesan menggelitik yang disampaikan: “Ketika peradilan direcehkan, mari kita kumpulkan koin receh”. Pesan itu bisa jadi mengena nurani sebagian masyarakat.
Yang menjadi nilai tambah, media sosial kali ini, tak cuma bergerak di ranah maya, para pelaku social media telah mampu mengkonvergensikan kekuatan dunia maya ini dengan dunia nyata, dan bukan sekedar kopdar (kopi darat). Koinlah instrumen yang menjembatani aktivitas sosial ini. Masyarakat pemilik koin secara nyata bersatu dalam ikatan emosi dan hakiki kultural khas Indonesia: bergotong royong. Semua lapisan masyarakat ikut terlibat, dari seorang tukang sapu yang menyumbang Rp 250 sampai politisi yang menyumbang Rp 5 juta, semua dengan koin.
Gerakan yang lain, yang sudah terlebih dulu eksis adalah Coin a Chance yang digagas oleh Hanny Kusumawati dan Nia Sudjarwo. Mereka berdua mengintegrasikan gerakan ini dengan komunitas online. Para netter diajak untuk berpartisipasi secara sederhana dan mudah, melalui sumbangan koin, dari mulai pecahan Rp 100, yang bisa disumbangkan setiap orang.
Bermula dari kalangan netter, kini gerakan CaC sudah mulai dilirik oleh sejumlah korporasi yang ingin menyalurkan sebagian dana sosialnya melalui CaC. Dan ketika gerakan sosial ini itu telah menjadi bagian dari sebuah Corporate Social Reponsibility (CSR), maka tanpa disadari CSR tersebut akan lebih mudah terekspose melalui social media. Seperti kita tahu, selama ini tidak lah mudah kegiatan CSR untuk bisa mendapatkan publikasi di mainsream media.
Gerakan sosial dan social media, seperti sebuah paduan ideal. Secara naluriah, setiap individu adalah mahluk sosial, yang akan mudah tergerak untuk melakukan aksi sosial, apalagi jika dilakukan untuk sebuah perubahan. Tampaknya, format social media sangat tepat untuk menggetok tularkan kegiatan ini. Dari yang berupa himbauan moral seperti IndonesiaUnite, Dukung Prita, sampai pengumpulan koin.
Adapula kesamaan karakter antara social media dan CSR, dimana keduanya merupakan kegiatan yang memiliki nilai sukarela yang bisa dilakukan baik oleh individu maupun korporasi. Ada nilai help and share yang terkandung. Rasa ingin membantu, dan mensosialisasikan pelbagai informasi yang mereka baca, terima, apalagi jika infonya berupa permintaan bantuan, akan mudah sekali menyebar di ranah maya.
Nah, menggeliatnya social media akan memungkinkan bagi kegiatan-kegiatan yang bernuansa “help and share” tersosialisasikan secara luas. Secara kultural “help and share” melekat dalam masyarakat Indonesia. Ketika dua kata dipicu sebuah medium yang tepat tak ayal hasilnya akan luar biasa. Nah, seperti disinggung dalam buku Socialnomics, saat ini kita sedang memasuki sebuah perubahan sosial ekonomi besar-besaran. Dan “help and share” menjadi sukma dalam perubahan ini.