Cinta pada pandangan pertama. Barangkali itu istilah yang tepat untuk menggambarkan ‘hubungan’ saya dengan Artotel. Beberapa tahun lalu, seorang teman saya semasa SMA di Surabaya, yg kebetulan arsitek, info begini: “Ada hotel butik baru di Surabaya, kayaknya kamu pasti suka nginep di hotel model seperti itu.” Saya pun cari di mbah Google tentang artotel, dan pada kesempatan pertama saya ke Surabaya, saya pun mencoba layanan artotel di jl dr Soetomo.
Hotel butik yang mulai dibangun di Surabaya pada tahun 2012, lokasinya cukup strategis. Buat saya, tempat ini cukup familier, dimana saat SMA saya tinggal di daerah Kutai, seringkali melewati jalan Dr Soetomo. Artotel Surabaya, yang masih mempertahankan bangunan arsitektur kolonialnya yang dipadu dengan sentuhan interior seni kontemporer, itulah saya ‘jatuh cinta’. Seperti ‘rumah’ masa depan yang saya idamkan. Karenanya, setelah itu, saya jadi ‘loyalist’ Artotel: jika ada kesempatan ke Surabaya, saya pasti memilih menginap di situ.
Kemudian, setelah Surabaya, Artotel merambah ke Jakarta dan Bali. Namun, sebagai warga tetangga DKI, saya belum pernah mencoba Artotel Jakarta di jalan Sunda, yang katanya juga asyik seperti yang di Surabaya. Hingga tahun lalu, saat saya wisata ke Bali, kawan saya semasa di SWA, Burhan Abe mengabarkan: “Artotel juga ada di Sanur lho, dan yang ini the best deh, kayaknya kamu kudu nyoba nginep di sana.” Ini info sekaligus tantangan & godaan buat saya.
Akhirnya tantangan ini terjawab pada tgl 23 Desember 2017, seminggu sebelum tahun 2017 berakhir. Mas Eduard Pangkerego dari Artotel mengundang saya menginap 2 malam di Artotel Sanur. Namun karena ada acara keluarga di Bali, sehingga saya hanya bisa memanfaatkan 1 malam saja. Sayang sih, menikmati Artotel di Sanur – yang jaraknya hanya 300 meter atau 3 menit jalan kaki dari pantai — mestinya 2 malam. Hehehe.
Agak sedikit berbeda dengan yang di Surabaya, artotel di Sanur – yang punya 89 kamar ini — bergaya arsitektur modern dengan sentuhan budaya Bali. Namun, ciri khas Artotel melalui interior desain seni kontemporer tetap menonjol, dan itu terasa sejak ArtSpace di lobi. Interiornya begitu mengundang untuk ber-selfie atau wefie.
Sabtu, 23 Desember 2017 saya dan kawan jalan jalan saya kali ini: anak lanang, tiba di Sanur jam 13.30. Sementara kamar masih dipersiapkan, mbak Devi, front desk Artotel menyarankan saya untuk melipir ke kedai ice cream gelato Italia yang ada di samping hotel. Sanur termasuk wilayah yang agak jarang saya kunjungin dibanding Kuta, Legian ataupun Seminyak.
Setelah mendapatkan kunci kamar, hal pertama yang Ebhin lakukan adalah ke rooftop untuk melihat kolam renang. Swimming pool ada di lantai paling atas, berdampingan dengan Bart (bar at The rooftop), dengan pemandangan ke gunung Agung.
Kamar kami di lantai 4, untuk naik ke sana, selain lewat lift juga bisa melalui tangga yang berada di tengah. Selama menginap di situ, kami memilih naik turun lewat tangga. Selain lebih sehat, tangganya didesain unik, namun nyaman dilewati, dan menghadirkan graffiti seni unik di setiap lantainya. Yang memancing semangat untuk selfie setiap kali naik turun tangga.
Kali ini kami mendapat kamar studio 40, lumayan luas untuk kami berdua. Jadi dilematis juga sih: antara ingin menikmati kamar yang artisitik & nyaman atau nongrong di Rofftop, atau di RoCa Restaurant. Oh iya, salah satu ciri khas Artotel adalah RoCa, yang ada di ruang terbuka menghadap ke jalan. Sejak jadi pengunjung Artotel Surabaya, RoCa menjadi salah satu tempat favorit saya untuk nongkrong. Ssstttt… deretan botol nya itu sangat menggoda. Beruntung, walau hanya singgah semalam, kami berkesempatan dinner dan breakfast di RoCa, bisa menikmati suasana pagi dan malamnya.
Artotel Sanur memang berbeda dengan artotel sebelumnya, yang terkesan lebih ‘fungsional’. Di Sanur, terasa leluasa dan lengkap fasilitasnya (antara lain: ada kolam renang). Sehingga memang lebih cocok untuk membawa keluarga. Kali ini, ketika saya menikmati hobi foto-foto di setiap sudut ArtSpace, anak lanang lebih menikmati fasilitas lainnya: seperti kolam renang, beragam menu makanan dan tentu saja wifinya.
ArtSpace nya sangat menghibur buat saya. Kabarnya Artotel Sanur ini berkolaborasi dengan 5 artis lokal berbakat di bidang seni kontemporer yang tinggal di Bali, yaitu Ines Katamso, Natisa Jones, Kemal Ezedine, I Made Wiguna Valasara, dan Pintor Sirait. Pantes, saya jadi ‘kecanduan’ foto-foto di setiap sudutnya.
Pada siang hari 24 Desember 2017, saat saya check out, mbak Devi, yang hari sebelumnya juga melayani saat saya check in mengingatkan: “Ibu mesti datang kembali ke sini, dan menikmati hotel kami yang di Ubud.” Wow banget nih, Ubud adalah salah satu tempat favorit saya juga: Ubud dan yoga…. Dan kali ini ada godaan baru: Artotel Ubud. Baiklah, saya catat dalam memori saya…
Simbok
Eh aku belum pernah nginep di Sanur. Baru nyadar, hahaha. Biasanya di Kuta, Seminyak, Ubud, Denpasar, Nusa Dua. Pernah nginep di Amed satu kali pas dive trip. Sanur malah belum.
Kayaknya hrs dicoba kapan2 nih Artotel Sanur. Makasih infonya mbak 🙂
Vlisa
Aku jg jarang banget nginep di Sanur, terkesan old fashion gitu. Tapi ketika bbrp kali main ke rumah sepupu yang tinggal di kawasan sanur,ternyata sudah lebih bagus, dan pastinya tidak sebising kawasan Kuta, Seminyak, Legian.
Rini Solo
Melu opo o nek jalan-jalan mbak ….
Henry Pranad
exellenct Lisa….