Saatnya menangkap jejaring sosial di tahun 2009

Di luar dugaan, ternyata  2008 ini merupakan tahun penuh berkah bagi industri telekomunikasi bergerak  di Indonesia.  Secara umum industri mampu  tumbuh 10 kali dibanding angka pertumbuhan ekonomi nasional.  Hingga triwulan ke tiga  2008 tercatat 143,8 juta pengguna telepon (GSM+CDMA), naik 56% dibanding periode yang sama pada 2007 yang 92 juta. Angka  ini masih  lebih tinggi dari pertumbuhan pada 2007, yang mencapai peningkatan  50% dari kinerja pada 2006.

people-world-connect
people-world-connect

Mencermati laporan keuangan yang telah dipublikasikan, ada 2 operator yang mencatat pertumbuhan pelanggan  luar biasa. Bakrie Telecom  naik 124% dari 2,9 juta di triwulan ke-3  2007 menjadi 6,5 juta periode yang sama   2008. Yang kedua XL, pada triwulan ketiga 2008 ini jumlah pelanggannya mencapai 25,087 juta, naik 95% dibanding periode yang sama 2007. Si penguasa pasar, Telkomsel, tumbuh 35%, sementara Indosat naik  61% dari 22 juta ke 35,5 juta.

Meski begitu, bukan berarti menutup tahun 2008 akan berakhir happy ending. Karena  pertumbuhan itu justru mulai menyurut di paruh akhir tahun 2008 ini. Indikasi perlambatan pertumbuhan  mulai dirasakan pada  triwulan ke-3  tahun ini. Laju pertumbuhan sudah tidak setinggi jika dibandingkan dua triwulan sebelumnya.  Contohnya, Indosat: jika di triwulan ke-2 mampu mengakuisisi 1,983 juta/bulan, di triwulan ke-3 hanya 1,028 juta/bulan. Sementara XL, di triwulan ke 2 ngebut dengan mendapat pelanggan baru 1,5 juta/bulan, di triwulan ke 3 menyusut menjadi 729 ribu/bulan.

Di tahun ini yang pertumbuhan kurang bergairah dialami Telkomsel. Karena dari 3 merek  unggulannya, hanya kartu Simpati yang masih membukukan tambahan pelanggan baru.  Sementara kartu Halo dan kartu As sempat mengalami pertumbuhan negatif.  Secara kasat mata, memang operator pelat merah ini  lambat dalam merespon persaingan pasar yang sudah mulai panas di akhir 2007. Ia baru mulai ”menghangat” di pertengahan tahun 2008.  Bisa jadi itu yang membuat perfomanya kedodoran di awal tahun,  dan mulai membaik di triwulan ke 3, dimana secara total pelanggan Telkomsel tumbuh 36%, namun tetap dengan zero growth untuk kartu As-nya.

Walau pasar belum sepenuhnya jenuh, namun potensi yang bisa digarap oleh 12 operator yang ada sudah makin terbatas. Apalagi dengan adanya krisis dunia – yang mengakibatkan gelombang PHK dimana-mana – akan mempengaruhi daya beli konsumen.  Dampaknya yang terlihat adalah penurunan ARPU (average revenue per user) operator. Jika tahun lalu rata-rata ARPU masih sekitar Rp 50 ribu, maka sekarang sekitar cuma Rp 40 ribu.

Padahal, seperti diprediksi sejumlah pengamat ekonomi,   dampak krisis global akan lebih terasa  pada triwulan 1 dan 2 tahun 2009.  Ini tentu akan makin memperketat  persaingan di industri telekomunikasi. Strategi akuisisi pelanggan baru tidak akan sekencang dulu,  mempertahankan pelanggan akan lebih mewarnai perjalanan industri ini ke depan.  Kecenderungannya, operator akan lebih konservatif, meski diprediksi industri akan tetap tumbuh  sekitar 25-35%. Sementara ARPU pun diperkirakan  akan semakin turun, mungkin di level Rp 30 ribu.  Artinya, jurus memikat pelanggan baru hanya dengan tarif murah tak lagi ampuh dalam mematok pertumbuhan di tahun mendatang.

Layanan konvergensi.

Dengan memperhitungkan pelbagai hal yang bakal terjadi di 2009,  pelaku di bisnis telekomunikasi mesti mampu menyiasatinya. Baik dari sisi pendanaan untuk pembangunan, mengatur dan mengefisienkan opex (operating expenditure), merancang strategi pemasaran dan penjualan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasar.

Dengan kondisi pasar yang ada saat ini, mestinya akuisisi pelanggan baru bukan sesuatu yang gampang. Bahkan, pelanggan yang sudah ada pun akan lebih cermat dalam memilih layanan operatornya.  Pertimbangan utamanya tentu lebih pada efisiensi.  Operator besar meyakini bahwa dalam 1-3 tahun mendatang, voice masih menjadi revenue generator terbesar. Mengingat suara sampai saat ini masih memberikan kontribusi 70% pendapatan. Meski begitu kebutuhan pasar di luar suara tak bisa diabaikan begitu saja. Karena dia bisa menjelma jadi tambang emas. 

Seperti apakah kebutuhan pasar?  Menangkap fenomena jejaring sosial atau  social networking, dalam pelbagai bentuk adalah sebuah contoh.  Wabah social networking mulai beranjak menjadi budaya. Fenomena ini tak cuma bisa ditangkap dengan perangkat yang mahal atau peralatan tertentu saja. Tapi juga melalui semua perangkat,  dengan program disesuaikan dengan segmen pasar yang dibidik. Jika semula jejaring sosial masih sekadar gaya hidup, saatnya  dengan cepat  bergeser  menjadi kebutuhan. Seperti halnya memiliki hape, di masa lalu masih merupakan gaya hidup,  kini sudah menjadi kebutuhan lebih dari 140 juta pemilik hape di Indonesia.

Indikasi menuju pasar jejaring sosial  terlihat jelas. Misalnya pasar pengguna internet bertumbuh cukup bermakna.  Menurut APJI jumlah pengguna internet pada tahun 2007:  25 juta, pada akhir  2008 diestimasikan menjadi 32 juta. Mewabahnya fenomena Facebook, Friendster, Myspace, Plurk, microblogging, dan masih banyak lagi, juga sedang melanda Indonesia, dan merasuk ke segala segmen dan usia.

Awalnya, kebutuhan akan layanan konvergensi mungkin baru melanda kalangan urban, namun, seperti halnya wabah hape, virus konvergensi juga akan merambat ke sub urban, bahkan ke rural. Seperti juga mengikuti mode, yang tak cuma menjadi kebutuhan kalangan menengah atas saja, tapi juga segmen bawah. Untuk menangkap pasar  pengguna internet + kebutuhan untuk membangun jejaring sosial, diperlukan layanan konvergensi ( voice + data/internet + fitur tambahan), seperti mobile content ,mobile advertising (mob-ad),  juga mobile commerce. 

Memang tak semudah membalik telapak tangan dalam menangkap pasar jejaring sosial ini. Beberapa infrastruktur perlu dibenahi, seperti penambahan alokasi frequensi dan bandwidth, karena semuanya akan berbasis komunikasi data. Selain itu juga diperlukan platform tambahan seperti misalnya payment  gateway.

Jejaring sosial akan menjadi kekuatan ekonomi baru yang luar biasa bila dilengkapi dengan sebuah mekanisme pembayaran yang sah. Saat ini kendala utama transaksi bisnis di jejaring sosial dunia maya adalah model pembayaran. Meski sudah tersedia beberapa, seperti pemakaian kartu kredit online, namun orang merasa belum terjamin kemanananya. Sehingga praktiknya proses bisnis terjadi di jejaring sosial dunia maya, tapi pembayaran tetap secara offline.

Karenanya, jika sebelumnya mob-ad, mobile commerce – sebagai  produk konvergensi—yang paling cocok dipasarkan di jejaring sosial, hanya kerap didengang-dengungkan dalam pelbagai diskusi, maka seharusnya kini  bisa diagendakan sebagai revenue generator  baru bagi operator. Nah tunggu apa lagi.

Tulisan ini dimuat di Kompas, 10 Desember 2008, halaman 34

5 Responses

  1. 10 December 2008 at 10:32 am

    Seperti halnya memiliki hape, di masa lalu masih merupakan gaya hidup, kini sudah menjadi kebutuhan lebih dari 140 juta pemilik hape di Indonesia.

    140 juta pemilik hape berarti jumlah orang yang memiliki hape di Indonesia 140 juta ya? Tapi kalau saya perhatikan dari orang-orang sekitar, satu orang rata-rata memiliki dua nomor hape nih mbak.

    Menangkap jejaring sosial sepertinya ide yang bagus. Tapi kira-kira bagaimana ya mempercayakan konsumen yang tinggal di daerah rural agar bisa memanfaatkan jejaring sosial. Apa untungnya mereka menggunakan itu? Trus, apakah sudah ada contoh kasus misalnya di luar negeri dimana penduduk di daerah rural memanfaatkan jejaring sosial yang bisa membantu produktivitasnya?

  2. 10 December 2008 at 11:41 pm

    Berarti itu fokusnya langsung ke mobile content nya ya? Kalau sebagai “jembatan” gimana Mbak? Soalnya, Indosat dan Telkomsel sudah berani kasih akses internet unlimited dengan harga terjangkau via 3G & HSDPA, ini disusul oleh Smart.

    Terus XL apakah nantinya memang mengarahkan diri sebagai provider mobile content? Atau ikut menjadi penunjang akses internet (yang notabene membawa content yang mungkin sama dengan di mobile content) ?

    *salam kenal mbak.. 🙂

  3. 11 December 2008 at 2:52 pm

    sebuah tulisan yang sangat menarik. selamat ya mbak lisa

  4. 22 January 2009 at 11:35 am

    Indonesia adalah pasar yang sangat potensial.. 220jt penduduk dengan 30 jt pengguna internet dan akan terus berkembang… google.com sudah memasukkan bahasa Indonesia sebagai bahasa alternatif, yahoo.com sudah mulai melirik pasar iklan di Indonesia dsb..

  5. HERDADEDALI
    Reply
    5 February 2009 at 10:10 am

    tulisan yang sangat menarik… btw saya sebenarnya ada ketertarikan akaa jejaring sosial… tapi sepertinya kalo dishare kok nggak etis pasti nanti ada yang tesinggung he..he.., kalo boleh via japri bu mohon bantuan & masuknnya karena sekarang saya lagi desain jejaring sosial tersebut… saya tunggu secepatnya

* All fields are required