Ini adalah pengalaman pertama saya menghadiri acara Pameran Pangan Nusantara 2011 di Nusa Dua, Bali pada 1-3 November. Ternyata ini adalah kegiatan tahunan Kementrian Perdagangan, dan ini sudah yang ke 6. Istimewanya, kali ini diadakan menyatu dengan acara ‘Asean Fair’ yang dibuka presiden RI pada 24 Oktober dan akan berakhir pada 23 November.
Awalnya yang terbayang di benak adalah: ah ini pameran produk pangan….yang monoton dan kurang kreatif, serta sejumlah kegiatan seremonial. Apa menarik ya, pikir saya. E tapi setelah melihat agenda acaranya, ada lomba masakan nusantara dengan juri William Wongso, Bondan Winarno. Mestinya menarik nih…jika pakar kuliner sekelas om William dan mas Bondan turut mewarnai acara ini, selain Bali nya sendiri yang memang menarik. Dan buat saya, yang pecinta kuliner, dapat kesempatan seperti ini tentu sayang untuk dilewatkan.
Ternyata acara ini berada di sebuah areal baru di ujung Nusa Dua, Peninsula Island, yang belum sepenuhnya rampung ditata. Agak susah juga mencari lokasi ini, walau banyak umbul-umbul acara ini tersebar di kawasan Nusa Dua, tapi tak ada satupun petunjuk arah ke lokasi. Dan ketika sudah temukan lokasinya pun, mobil tamu tak boleh masuk ke arena. “Standar pengamanan wamen,” kata security event. Memang sore itu Wakil Menteri Perdagangan akan membuka acara Pameran Pangan Nusa ini. Jadilah kami berjalan sekitar 500 m di tengah cuaca bali yang cukup menyengat, 41’C.
Pameran Pangan Nusantara ini menempati 3 hall dan diisi 132 stand, memamerkan berbagai produk pangan, kuliner dan spa di seluruh nusantara. Mereka tentu saja skala Usaha Kecil Menengah, dan sebagian dari mereka memenangkan UKM Pangan Award yang diselenggarakan oleh Kementrian Perdagangan. Pada pembukaan pameran ini, Wamendag Bayu Krisnamurthi juga menyerahkan penghargaan kepada para pemenang.
‘Wisata” stand saya berawal dari hall A, yang kebanyakan pangan dari Sumatera. Stand rendang Asese yang terkenal itu cukup menggoda saya untuk mampir, dan icip-icip. Ternyata di sampingnya ada Kripik Balado Christine Hakim yang juga cukup dikenal masyarakat dari luar Padang. Saya pun sempat ngobrol dengan bu Christine (yang tanpa Hakim) sang pemilik. “Saya baru kembali dari pameran di Dubai hari Minggu kemarin,” kata Christine.
Mengelilingi Pameran Pangan Nusa ini serasa mengelilingi mini Indonesia, beragam makanan Indonesia ada di situ, dengan citarasa yang menggoyang lidah. Ada cake tela Cokro Jogjakarta yang 100% katanya terbuat dari tepung singkong, bakpiapia dari Jogja juga, aneka kripik dari buah-buahan yang asli Malang, penganan kecil berbahan kenari dari Makasar, aneka kopi.
Di hall yang digunakan untuk menggelar masakan peserta Lomba Masak Masakan dan Minuman Khas Daerah ini juga luar biasa. Untuk bisa menyajikan cita rasa yang asli, bahkan sejumlah peserta menenteng ikan dari daerahnya seperti dari Kalimantan.
Agak disayangkan, jika acara Pameran Pangan Nusa ini dimaksudkan sebagai ajang pemasaran dan promosi, sepertinya kurang kena. Problem utamanya adalah lokasi yang lumayan sulit dijangkau, bahkan oleh warga Bali. Walau kabarnya panitia menyediakan shuttle bus, namun jika melihat minimnya pengunjung, itu cukup menjawab. Saya membayangkan jika event itu dilangsungkan di wilayah yang mudah dijangkau, bisa dipastikan masyarakat akan bersemangat untuk datang.
Padahal, makanan — apalagi yang khas dan enak — adalah sesuatu yang pasti dicari dan disukai masyarakat. Upaya Kementrian Perdagangan memberikan apresiasi kepada pelaku UKM Pangan yang kreatif dan inovatif sudah merupakan awal yang baik. Dalam Pameran Pangan Nusa ini sudah terkumpul pelbagai makanan/minuman, produk unggulan.
Tantangan selanjutnya adalah bagaimana membuat itu semua bisa dikenal masyarakat Indonesia secara luas, bagaimana membuat kegiatan semacam itu menjadi “milik” masyarakat. Sehingga tujuan akhirnya, seperti disampaikan Bayu, “Produk UKM pangan nasional dan kuliner Indonesia dapat terus ada di hati masyarakat domestik maupun internasional.”