Setiap ditanya teman-teman, tentang apa hal yang “paling” di rumah adalah: dapur, kamar mandi dan taman. Dapur, walau saya tidak jago masak, tapi rasanya nyaman aja jika punya dapur yang apik dan resik. Soal kamar mandi, ini sangat penting. Kerap kali saya memilih menunda “buang air” saat masuk ke toilet yang kurang terawat. Terlebih saya termasuk golongan yang “betah” duduk di kamar mandi. Dulu sambil baca, sekarang sambil nenteng Black Berry.
Nah, kalau yang terakhir, memelihara halaman yang hijau dan rindang sejak beberapa tahun terakhir jadi perhatian saya. Sejak awal, saya sengaja tak menghabiskan lahan rumah dengan bangunan, agar masih ada lahan untuk kawasan hijau. Halaman depan, samping dan belakang diisi pepohonan beragam. Ada tanaman besar seperti mangga, tanaman hias, tanaman obat dan tanaman dapur.
Dari dulu saya lumayan peduli dengan pentingnya menjaga lingkungan, walau saya bukan aktifitas lingkungan. Salah satu isu besar yang dibahas dalam Global Warming adalah: makin berkurangnya sumber air bersih di bumi. Itulah yang mendorong saya untuk aplikasikan hidup “hijau” dari lingkungan terkecil: rumah, kantor dan sebisa mungkin saya tularkan ke anak-anak dan sahabat-teman. Karena saya meyakini, tanaman akan membantu kita menahan kuantitas dan kualitas air dalam tanah.
Banyak kasus berkurangnya lahan hijau di perkotaan, sampai penggundulan hutan, yang berakitat terhadap banjir dan ujung-ujungnya kekurangan pasokan air. Seperti yang dialami oleh warga DKI Jakarta beberapa saat ini: paceklik pasokan air bersih. Dimana ternyata pasokan air bersih hanya mampu memenuhi 30% kebutuhan masyarakat ibukota. Dan pencemaran lingkungan memang makin memperburuk dan kurangi ketersediaan air bersih.
Nah, bicara soal memelihara kawasan hijau, dari mana mulainya? Ya dari kita sendiri. Tak perlu tahu mendalam soal tanaman, toh bisa bertanya pada penjual tanaman. Kalaupun belum yakin dengan penjelasan mereka, ya tanya om google, di sana ada berjuta halaman di internet yang bisa menjelaskan berbagai jenis tanaman.
Memilih tanaman: mangga, rambutan atau belimbing misalnya, untuk halaman samping rumah yang tak begitu luas, ternyata cukup tepat. Sebab tanaman-tanaman tersebut ternyata akarnya tak merusak tembok pagar yang jaraknya cuma 50cm dari pohon. Coba kalau pilihannya menanam buah nangka, misalnya, akibatnya akan lain. Akar nagka ternyata bisa menembus tembok bahkan pondasi beton pun bisa kalah dari akar nangka.
Tanaman keras tersebut juga bukan tanaman yang perlu perawatan khusus. Tak mesti disiram setiap hari, diberi pupuk periode tertentu, atau disemprot perangsang buah. Cukup tanam, siram secukupnya. Yang pasti saat memotong rumput halamam sekitar sebulan sekali, potongan rumput tak dibuang. Potongan rumput ditimbun dengan tanah di seputar tanaman keras yang ada di rumah.
Tanaman-tanaman untuk keperluan dapur yang ada di halaman rumah, juga bukan tanaman yang bibitnya dibeli dari pusat pembudidayaan tanaman. Dia hanya potongan bumbu dapur yang tersisa. Mulai jahe, kunyit, sereh, sampai lengkuas. Tananaman tersebut rata-rata tahan banting dan minus perawatan. Ada pula cabe merah dan cabe keriting dan cabe rawit. Ringkasnya kebutuhan cabe untuk memasak di rumah, tercukupi dari tanaman di samping rumah.
Beberapa tanaman obat, juga tertanam di sekeliling rumah. Sereh wangi dan zodia, ditanam untuk menghalau nyamuk. Lahan di bawah jendela saya tanami penuh zodia dan nyatanya baunya yang wangi jamu tersebut cukup efektif mengusir nyamuk. Akibatnya saya bisa mengucapkan selamat tinggal pada berbagai obat nyamuk, baik, bakar, semprot maupun oles.
Kalau tanaman hias? Sudah jangan ditanya lagi. Bila dihitung lebih dari 50 tanaman hias yang menghiasi rumah. Mulai, kaktus, aglonema berbagai jenis, anthurium berbagai jenis, pilo green dan black, anggrek berbagai rupa, sansivera berbagai species, sampai sikas stupa.
Di rumah juga disiapkan sumur resapan yang cukup besar: ukuran 1 x 1 x 2,5 m untuk menampung air hujan, cuci dan mandi. Sebanyak mungkin air bekas pakai dan luapan hujan dikembalikan ke tanah, melalui sumur resapan ini. Jika berlebihan barulah tersalur ke got di sekeliling rumah. Nampaknya kebutuhan air berbagai tanaman yang ada di rumah bisa tercukupi dari sumur resapan itu.
Atau malah sumur resapan dan tanaman bersinergi? Entahlah. Akar-akar tanaman membantu penyerapan air hujan lalu sumur resapan menyimpan air bekas pakai untuk kembali pada sumber air bawah tanah, setelah melalui filterisasi alam yaitu lapisan-lapisan tanah. Yang pasti, saya selalu bersyukur, sumur pompa yang ada di rumah, selama ini tak pernah kering, meski pada musim kemarau panjang.
Sumur pompa sangat vital di rumah, sebab kompleks perumahan di tempat tinggal kami tidak tersedia jaringan air PAM. Hampir semua kebutuhan air, kecuali minum memanfaatkan sumur pompa. Jadi bisa kebayang bila sumur pompa di rumah sampai kering sumber airnya.
Kami telah memulai hidup akrab dengan berbagai tanaman di seputar rumah sejak 20 tahun lalu, yang orang sekarang disebut gaya hidup hijau. Rasanya semua bisa melakukan hal serupa, bahkan lebih. Lalu bagaimana dengan Anda?