Mengapa Bank Mandiri Ganti Logo

Begitulah berita yang seda marak ditulis di pelbagai media beberapa hari belakangan ini. Rencana ganti logo bank terbesar di Indonesia ini sempat jadi bahan perbincangan di sejumlah milis, terutama, karena biayanya yang kabarnya mencapai Rp 40 miliar. Cukup spektakuler, dan “mengguncang” apalagi berita ini menggema di tengah pelbagai bencana sedang melanda negeri ini.

Pertanyaan mendasarnya: ngapain ganti logo lagi?

Kebetulan dalam satu kesempatan minggu lalu, saya sempat berbincang dengan salah satu petinggi Bank Mandiri tentang penggantian logo tersebut. Dari petinggi itulah saya mendapatkan penjelasan tentang alasan penggantian logo.

Pertama-tama, menurut petinggi itu, setelah hampir 10 tahun beroperasi menggunakan nama Bank Mandiri dan logonya, manajemen Bank Mandiri merasa persepsi masyarakat tentang bank tersebut adalah bank untuk segmen korporat, bukan untuk retail market.

Padahal kenyataan, saat ini, dengan jumlah jaringan cabang yang ada, bank ini lebih fokus melayani pasar ritel. Jaringan Bank Mandiri nyaris menyamai BCA. Tampilan Bank Mandiri dirasakan oleh manajemennya, citra terlalu korporasi. Kurang dekat dengan pelanggan.

Merujuk ke transformasi yg dilakukan oleh Citibank yang jasanya tak cuma di layanan perbankan, namun sudah merambah ke jasa-jasa lain di lini keuangan, di masa depan Bank Mandiri juga akan melakukan pengembangan produknya tak cuma di area perbankan, tapi juga di asuransi. Pokoknya layanan keuangan ke pasar ritel. Karena itulah, nama “Mandiri” saja yang perlu ditonjolkan. Begitu kata salah satu petinggi bank Mandiri itu.

Dengan alasan-alasan di atas bank yang kini kapitalisasi pasarnya mencapai USD$ 7 miliar ini berniat mengganti logonya.

Manajemen “perubahan” penampilan

Memang, pada umumnya begitulah alasan korporasi mengganti logonya, antara lain: untuk meremajakan image, mengubah image, repositioning, dan masih banyak lagi.

Biasanya pergantian logo (juga tagline) dilakukan secara regular, minimal 10 tahun sekali, tergantung urgensi sebuah korporasi.

Sejumlah perusahaan Indonesia yang pernah mengganti logo antara lain Bank Niaga, Bank Danamon, Citibank, Bank BNI, Bank BRI (perbankan), Astra, Garuda Indonesia, XL, dan masih banyak yang lainnya.

Yang pasti, logo, brand/merek tidaklah boleh diubah sembarangan tanpa alasan yang kuat yang mendasarinya. Dan seharusnya, penggantian citra perusahaan berdasarkan urutan seperti ini.

1. Perubahan visi.

2. Perubahan budaya. Biasanya ini juga terkait dengan visi. Jika visinya berubah, tertunya akan mempengaruhi budayanya.

3. Perubahan citra. Yang terjadi jika alasan 1 dan 2 sudah dilakukan.

Pada umumnya, yang banyak terabaikan adalah langkah ke 2, perubahan budaya perubahan.

Mengganti logo, berdasarkan pengalaman, bukanlah pekerjaan yang ringan. Karena mengganti logo, bukan seperti mengganti cat rumah, namun lebih dari itu, mengganti overall look termasuk “roh” dari rumah itu.

Ibaratnya, jika sebelumnya warna dan disain rumahnya putih dan klasik, kemudian diganti dengan warna hijau dengan konsep kembali ke alam. Tentunya, atribut di dalamnya juga harus disesuaikan, sehingga secara keseluruhan, image yang ingin dituju tercapai.

Yang penting dilakukan adalah sosialisasi internal, yaitu karyawan. Edukasi internal tentang kebutuhan perusahaan untuk melakukan pergantian logo, apa alasannya, dan bagaimana peran yang diharapkan dari semua karyawan perusahaan dalam perubahan ini. “Perubahan” ini mesti buy in terlebih dahulu di kalangan internal, baru ke eksternal.

Karena, idealnya, karyawanlah yang harus menjadi endorser perubahan ini, sehingga perubahan tak cuma terjadi di kulitnya saja, tapi “spirit”-nya, “ruh”-nya juga berubah sesuai dengan karakter baru perusahaan.

‘Kegagalan” yang kerap terjadi adalah karena kebanyakan perusahaan lebih fokus pada bagaimana melakukan kampanye eksternal, tapi kurang ke internal, sehingga perubahaan yang ingin dilakukan melalui perubahan logo, tidak tercapai.

Manajemen perubahan secara fisik maupun non fisik harus dikelola secara rapi. Apalagi jika itu dilakukan oleh perusahaan yang produk atau jasanya dijual ke mass market, consumer product. Bisa saja sebuah bank yang sudah punya banyak cabang di pelosok nusantara. Atau perusahaan telekomunikasi yang produknya digunakan puluhan juta pelanggan, serta distribusinya sangat luas.

Time line mesti disesuaikan betul dengan kesiapan logistiknya. Kapan cut off dari all material yang masih berlabel logo lama, diganti logo baru.

Peluncuran sebuah identitas baru sebaiknya dilakukan saat logistik baru sudah siap. Dengan begitu akan mengurangi coreng-moreng penampilan perusahaan tersebut di mata publik.

Tampilan dan logo lama Bank BRI, misalnya, masih banyak ditemukan di beberapa cabang di pedesaan. XL, juga bisa jadi contoh. Setelah melakukan rebranding nama produknya dari proXL menjadi Bebas, Xplor dan Jempol sejak empat tahun silam, hingga sekarang masih ada sejumlah gerai handphone yang masih menulis, “jual kartu perdana proXL”.

Hal ini bisa terjadi, bisa juga karena terlalu kuatnya image logo atau nama yang lama, sehingga susah u keluar dari benak masyarakat. Yang jelas, ganti merek, logo atau positioning statement adalah sah-sah saja dilakukan oleh sebuah korporasi karena itu merupakan bagian dari strategi bisnisnya untuk bisa tetap eksis di pasar.

Agar kegiatan tersebut tidak menjadi upaya sia-sia dan cenderung sebagai penghamburan anggara, perlu dipersiapkan dan dilaksanakan dengan baik. Jangan dilakukan hanya atas dasar ikut-ikutan. Tujuan harus jelas dan terukur. Jika tidak mempunyai kompetensi, manfaatkan mitra yang memang kompetensinya ada di situ.

Bagaimana menurut teman-teman?

7 Responses

  1. Sherko
    Reply
    14 January 2008 at 3:32 pm

    Halo Bu VE,

    Menarik sekali membahas tentang “kelahiran baru” sebuah brand sebuah produk, beserta logo, tag-line, ruh, semangat, nuansa, visi, misi, budaya, citra yang dibawa oleh brand baru yang dipilih ini.

    Setuju dengan Ibu, perubahan identitas sebuah brand atau produk ini sudah pasti berdampak besar pada perusahaan. Sebuah “management” perubahan penampilan yang terancana, terstruktur dan terarah oleh sebuah team sosialisasi yang solid dengan jurus jurus komunikasi internal dan external mutlak di perlukan. Jangan sampai perubahan image dan logo ini hanya sampai pada sekedar perubahan logo pada kop surat perusahaan, publik bilboard, dan atribut cetak perusahaan lainnya, tanpa memberi pengaruh signifikan pada budaya kerja dan ruh baru yang tercermin dari setiap karyawan yang bekerja.

    Menyimak alasan Bank Mandiri untuk merubah logo, “karena merasa tersegmen korporat, bukan untuk retail market”. Saya jadi berpikir, sudahkah Bank Mandiri menyiapkan produk produk nya yang terarah pada retail market sebelum mengumumkan perubahan logo? Maksud saya, jika produk Bank Mandiri yang tersegmen retail ini belum ada (belum banyak), sementara perubahan logo sudah dilakukan, nilai 40 milyar untuk perubahan logo ini akan kehilangan momentum nya untuk dapat menjadi bagian dari pengenalan produk2 baru tersebut. Perubahan logo dan tag line, tanpa di barengi kemunculan produk yang bersesuain dengan image baru yang akan di bawa, menurut saya sedikit akan sia sia, karena masyarakat kembali hanya akan sekedar melihat perubahan logo dan tag-line, tanpa melihat usaha Bank Mandiri untuk menyasar pasar retail.

    Topik kelahiran kembali sebuah perusahaan dengan logo dan tag-line baru akan lebih menarik jika kita membahas proses kelahiran logo dan tagline akibat dari merger dua perusahan besar yang masing masing sudah punya image. Seperti yang dilakukan di industri telekomunikasi, amblil contoh Alcatel-Lucent, Sony-Ericsson, Nokia-Siemens Networks.

    Untuk Nokia-Siemens Networks, yang saya dengar beberapa bulan sebelum proses merger dilakukan ada diadakan aktifitas value-jam-session sebelum logo baru diluncurkan, dimana karyawan dapat berkontribusi memasukan nilai-nilai positive dari budaya dan dari pencitraan logo lama ke dalam pencitraan logo baru. Yang ingin saya soroti, bahwa ada keterlibatan karyawan sejak mulai dari awal pencarian dan penentuan logo, sehingga proses komunikasi dan sosialisi logo dan ruh baru ini, justru di bisa mulai dari karyawan sendiri, dengan harapan seperti yang Ibu bilang, karyawan dapat menjadi endorser dari perubahan ini sendiri.

    Saya ingin mengemukakan satu lagi kasus perubahan logo dan tagline (tagline lebih tepat nya) yang cukup menarik dan lucu, tapi kali ini karena terpaksa dilakukan karena regulasi pemerintah. Beberapa tahun yang lalu, frekwnsi pancar untuk stasiun radio FM di Bandung diubah oleh pemerintah. Radio yang dulu biasa memancar pada frek misal nya 99.00 Mhz FM, kemudian di ubah menjadi 100 Mhz FM.

    Menurut saya, dampak nya cukup unik. Stasiun radio yang biasanya selalu mencitrakan dirinya sesuai gelombang pancar akan merubah tagline yang sudah mengakar pada image masyarakat. Perubahan printed material mungkin tidak terlalu sulit, yang sulit dilakukan adalah membiasakan si penyiar dengan penyebutan frekwensi baru, karena si penyiar umumnya sudah terbiasa mengasosiakan dan menyebut nama stasiunnya setelah menyebutkan frekuensi pancarnya.. Misalnya kalau dulu menyebut “Radio Ardan 99 Mhz FM”, sekarang harus membiasakan diri menyebut “Radio Ardan 100 Mhz”, pada awal awal perubahan ini, penyiar yang keseleo lidah sering terdengar.. Hehehe..

    Bagi saya pribadi (atau pendengar radio Bandung pada umumnya), perubahan ini berdampak cukup unik dan lucu. Saya harus menset ulang tombol stasiun program “radio favorite” di mobil dan di rumah, sesuai frek yang baru..

    Btw, saya dengar waktu perubahan logo Bank Danamon, ada anggaran khusus untuk menilik logo Bank Danamon yang baru dari sisi Feng-Shui.. Heheheh.. Wondering, apa ini dilakukan oleh Bank Mandiri juga yah..??

    Salam,
    Sherko

  2. Nana
    Reply
    15 January 2008 at 2:57 pm

    Dear Mbak Lisa,

    Menurut saya pribadi, sayang sekali Bank Mandiri melakukan perubahan identitasnya (walaupun tidak terlalu radikal). Kalau hanya ingin positioning dari Corporate ke Retail kenapa tidak menggunakan cara lain ? … Mengedukasi publik dengan komunikasi di Media (placement, infotorial, news, maupun TVC) mungkin jauh lebih effektif dan pendek rute nya dibanding dengan adanya perubahan identitas tersebut. Saya setuju dengan Mbak Lisa, yang mengatakan bahwa perubahan logo merupakan effort yang sangat besar (baik dari sisi biaya maupun implementasi). Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Ada baiknya, apabila perubahan identitas tersebut ingin berhasil (high public awareness), sepertinya harus benar benar serius menangani komunikasinya. Karena kita baru saja “aware” dengan Bank Mandiri (karena merger), eh… sekarang udah ganti lagi identitasnya …. Bagaimanapun, goodluck lah untuk team komunikasinya… It’s a long journey and long investment…..

  3. 16 January 2008 at 10:27 pm

    ah…kalau di bank mandiri, pergantian logo tsb merupakan proyek yang lezat…..total biaya pergantian logo bukan hanya Rp. 40 Milyar, tapi hampir bisa dipastikan mencapai sekitar Rp. 80 Milyar. Hal itu dikarenakan banyak material yang berlabel logo lama yang masih menumpuk di gudang procurement, dan itu sudah pasti tidak akan dipakai lagi. Untuk di kantor pusat saja, material berlogo lama yang menumpuk di gudang procurement diperkirakan hampir mencapai Rp.8 Milyar. Bagaimana dengan material logo lama yang menumpuk di kantor wilayah (10 kanwil) dan sekitar 800 cabang besar dan kecil ??

  4. enno
    Reply
    5 February 2008 at 12:29 pm

    mba..sy retno mhsi univ swasta di jogja yang berencana utk membuat skripsi mengenai perubahan logo bank mandiri..
    sy dr jurusan komnkasi dan kons studi public relations..
    kalo boleh saya mintabantuan mba..mungkin kalo2 mba tahu atw punya info yang sy butuhin
    – terkait dengannperubahan logo.. khususnya mengenai sosialoisasi logo ke pubik dari bank mandiri baik internal maupun eksternal
    1. karena logo merupakan salah satu dari corporate identity, pihak pihak mana saja di dalam bank mandiri itu yang merencanakan perubahan logo
    prosesnyaseperti apa?
    2. siapa saja yang melakukan sosialisasi mengenai perubahan logo tersebut
    2. bentu sosialisasinya seperti apa
    3. apakah PR atau humas daribank mandiri terlibat dalam proses sosialisasi..
    jika terlibat bagaimana mengenai peran dan fungsi dari pr yangd dijalankan dalam sosialisasi

    terima kasih sebelumnya
    jika ada informasi mohon diinfol\kan ke saya ya mba..terimakasih

  5. fara
    Reply
    1 June 2008 at 3:23 pm

    hai enno, saya juga sedang meneliti tentang perubahan logo seperti kamu, kebetulan saya juga kul di univ swasta di jogja dengan jurusan PR, apa kita satu kampus ya?
    sekarang ini saya sudah mulai penelitian di Bank Mandiri, bagaimana dengan kamu? di Bank Mandiri tidak ada istilah Public Relation, tapi Corporate Communication, tugasnya tidak jauh berbeda dengan fungsi PR yang selama ini kita pelajari di kampus, namun dibagi lagi menjadi beberapa sub divisi yang memegang peranan lebih mendetail.
    kalau ternyata kita berbeda univ, aku harap kita bisa sharing tentang penelitian ini sama2, okay, contact me.
    fara_fitria@yahoo.com

  6. 30 October 2008 at 8:29 pm

    dear mbak lisa:

    saat ini saya juga sedang mengerjakan skripsi tentang perubahan logo terhadap bank mandiri. saya sebenarnya tertarik sekali terhadap perubahan logo ini, namun beberapa teman saya baru mengetahui bahwa logo bank mandiri berubah, sehingga saya sendiri menjadi bingung apabila nanti saya melakukan penelitian. mungkin karena belum semua kantor bank mandiri merubah logonya. menurut ibu sendiri sejauh apa perubahan logo dapat merubah citra???? lalu saya mohon bantuan tentang informasi jurnal perubahan logo. makasih bu. kirimm saja ke e-mail saya

  7. 29 April 2009 at 9:18 pm

    Dear mbak Lisa

    saya topan yg skripsi mslh rebranding bank mandiri jakarta..
    ada yg mau saya tanyain.
    Bank mandiri hanya merubah logo saja apa termasuk slogannya?
    mohon jawabannya ke e-mail saya
    terima kasih

Leave A Reply

* All fields are required