The art of relationship

Mbah Ti, begitu keluarga kami biasa memanggilnya. Dia pembantu kami, sejak nol tahun pernikahanku, yang hampir  20 tahun lalu. Dialah orang yang sempat menyaksikan kelahiran dan merawat kedua anakku  Wangi dan Ebhin.

Mbah Ti, memutuskan pensiun sejak 5 tahun lalu, “Kulo pun mboten kiyat nyambut damel  malih (red: saya sudah tidak kuat kerja lagi),” kata perempuan bernama lengkap Supartini yang sudah berumur 70 tahun lebih ini. Kami sekeluarga sempat mengantarkannya pulang sampai di rumahnya  di desa Papar, Pare, Kediri. Continue reading “The art of relationship”