Singapore Marathon untuk 29 tahun kebersamaan.

Marathon untuk merayakan ulang tahun pernikahan? Kenapa tidak……!  Dekat-dekat bulan Desember, biasanya saya mulai mikir: enaknya ngapain ya yang asyik pas wedding anniversary kami?  Pikiran ini biasanya terkait beberapa hal: Ide/inisiatif, kemana dan berapa lama (karena harus cuti) dan berapa kira-kira biayanya?

29 tahun lalu…

Setahun ini saya kebetulan lagi suka lari (tapi kambuhan) selang seling dengan kegiatan gowes. Namun untuk lari,  record saya nggak maju-maju juga, masih di level 5 km dan 10 km. Tapi, kata seorang sahabat, nggak apa mentok di 10 km, yang penting dijalani dengan senang hati dan nggak bikin anfal (jika memaksakan diri). Lha iya, kita kan sudah oversek…. over seket, maksudnya.

Ketika  saya googling info-info marathon, menemukan info Singapore Maraton 2017    momennya 3 Desember…. pas banget nih.  Tanpa berpikir panjang, saya pun langsung registrasi untuk ber2: saya dan suami, dan karena km terkecil 10 km, ya daftar 10 km. Usai mendaftar, saya baru info ke ndoro bojo, dan sesaat hebohlah dia, tapi cuma sebentar..  hehehe. Karena setelah itu, kami coba bikin rencana latihan yang lebih intensif dan dijalankan dengan disiplin. Setidaknya setiap 2 hari sekali, kami berlatih,  dengan agenda yang saya contek dari berbagai sumber.

Bedanya saya dan suami: kalau saya sibuk menyiapkan uborampe untuk lari (dresscode) dan dia lebih concern pada meningkatkan endurance. Karena ini bakal jadi race pertama kami di luar Indonesia, setidaknya kami nggak ingin malu-maluin diri sendiri maupun merah putih lah… Jadi, saya pun diam-diam berlatih meningkatkan endurance di tempat saya biasa ngegym.

Standard Chartered Singapore Marathon 2017 (SCSM 2017) berlangsung Minggu 3 Desember 2017, dan kami berangkat Jumat pagi 1 Desember dan kembali Minggu malam. Paket 3 hari 2 malam di Singapur rasanya cukup pas:  jalan-jalan plus marathon. Di sana saya lebih suka menginap di daerah Bugis : dekat dengan 4 station MRT (Bugis, Bras Basah,  Bencoolen dan Rochor), dan kali ini juga tidak terlalu jauh dari tempat start/finish SCSM 2017,  serta dekat dengan tempat-tempat makan yang ramah di perut & kantong.

Modal utama jalan-jalan

Jumat, 1 Desember sekitar jam 11 waktu Singapura, kami mendarat di Changi, langsung ke G hotel di kawasan Middle Road,  drop koper. Dari sana, berbekal peta, kami naik MRT line biru dari Rochor turun di Bayfront. Iya, hari itu kami memang mau ambil race pack di Sands Expo & Convention Centre, Bayfront Avenue. Mumpung belum ramai. Begitu memasuki area, saya takjub.  Tempat pengambilan racepack nya luas banget, dengan  jalurnya untuk antrian  banyak dan panjang. Terbayang lah di hari Sabtu  pasti lorong-lorong itu penuh. Area yang disediakan untuk Full Marathon/42 km dan Half Marathon/21 km lebih luas ketimbang yang 10K, artinya peserta HM & FM lebih banyak. Usai pengambilan racepack, kami berdua harus melewati barisan panjang bazar barang-barang konsumsi pelari. Ini benar-benar godaan, karena selain banyak banget, harganya pun jauh lebih murah dibanding di toko. Setiap kali saya mampir di sebuah stand, ndoro tuan langsung protes dengan gayanya yang khas: wis ayo tho, ra sah mampir-mampir. Huahaha.

Keluar dari Sands Expo, terasa udara panas begitu menyengat, mataharinya seperti ada di atas kepala. Mungkin karena ini wilayah reklamasi, sehingga masih gersang, jadi panasnya terasa banget. Kami memutuskan naik MRT ke arah Bugis untuk nyari makan siang, lalu istirahat-ngadem di hotel. “Nanti sore-sorean kalau sudah ga panas, saya main ke sana ya,” chat saya ke Hana Budiono, yang sudah sejak 3 hari lalu ada acara di Fullerton Hotel.

Sekitar jam 5 kami naik MRT dari Bugis turun di Raffles Place, dan lanjut jalan kaki menuju The Fullerton. Melewati Padang Bay, area  finish SCSM  (juga tempat saya dan teman-teman biasa glosoran jika nonton F1 di Singapura), menyeberangi jembatan Singapore River. Perjalanan tersendat, karena kami berdua bolak balik berhenti untuk foto-foto: ndoro bojo motret macam-macam, saya sibuk selfie. Pas magrib kami tiba di depan Fullerton, dan saya begitu gembira — seperti anak kecil dapat mainan idaman — ketika  melihat pohon natal besar dan bagus di depan hotel. Situasi yang tak mungkin bisa saya temui di tanah air saat ini. Begitulah, salah satu misi saya kali ini adalah: hunting dan foto  pohon natal yang ada di outdoor area publik. Menyenangkan…

Saya suka dipotret, dia suka memotret..klop kan
Seneng…ketemu pohon natal

Begitu ketemu Hana, dia langsung antusias mengajak kami menikmati senja di Clarke Quay, menyusuri sungai Singapore. Kami ini sesama arek Surabaya, juga tetangga di Pamulang, Tangsel, tapi jarang bisa ketemu, dan ini sekalinya ketemu ya di GirLi (pinggir kali) tapi bukan Kali Surabaya,  ini Kali Singapur. Wow banget kan…. Kami ber3  asyik berphoto-photo di pinggir sungai yang jadi salah satu icon kota singa ini. Dari situ, kami melipir di arah Esplanade, ke area patung Singa, nongkrong mencari minum sambil menanti saat air mancur menari beraksi.

Pertemuan di GirLi

Walau sudah berkali-kali main ke Singapur, saya masih belum bosan juga untuk mengagumi pengelolaan negara yang besarnya tak lebih besar dari kota Jakarta. Kongkow bertiga pun tak terasa sampai jam 9 malam, dan kami pun kembali ke ‘base camp’ kami. Sebelum memasuki hotel, kami  ‘tertahan’ di cafe di lantai bawah  — yang malam itu cukup ramai — untuk sekedar membuktikan ucapan sopir taksi yang mengantar kami tadi: “Minuman di situ lengkap dan murah”. Ahai deh… cukup lah untuk sekedar mencicipi wine dan menikmati Friday Night.

cafe yang minumannya lengkap dan harganya murah

Ritual  saya jika di Singapur:  sarapan di Kafei Dian di Purvis Street (Beach Road). Sabtu,  jam 8 kami berjalan kaki ke situ, rupanya kedai sudah cukup ramai, dan harus mengantri. Saya sabar menanti, karena roti kaya dan jajanan pasar di sini layak dipoejiken. Ntah, rasanya beda aja dengan yang di kedai-kedai kopi lainnya. Usai sarapan, kami pun bergegas ke Singapore Flyer, mumpung masih pagi, belum ramai. Saya berharap, di SF, ndoro bojo bisa puas motret dan dapat object foto view Singapore dari atas.  Dan memang, sampai sana masih sepi, sehingga kami bisa dapat 1 gondola hanya untuk berdua. Ini benar-benar kencan yang sempurna.

Roti kayanya juara

Setelah itu kami tidak punya rencana khusus, kecuali janjian makan siang dengan sobat lama ketika masih bekerja di XL. Ketty, sudah 15 tahun lebih ini tinggal dan bekerja di Singapura. Dulu, kami bersebelahan cubicle ketika kantor XL masih di wisma GKBI. Banyak pengalaman suka dan duka yang kami lalui bersama ketika itu… Sehingga setiap saya ke Singapur dan ada kesempatan, kami pasti bertemu. Siang itu kami janjian di kawasan Orchard.

gondola serasa milik kami berdua

Bertemu sahabat lama, rumpi a to z yang tak henti-henti. Suami-suami kami rupanya klop juga, mereka mendapat bahan obrolan yang cocok: tentang perkembangan dunia digital di kawasan Cina. Sehingga tak terasa orderan makanan Thai yang banyak itu tandas juga oleh kami ber-empat. Ketty terus memaksa saya menghabiskan makanan yang ada di meja: “Ini untuk loading kan…biar besok larinya kuat,”  hahaha alasan loading, gendut iya.

Melepas kangen & nostalgia

 

Untuk 20 tahun persahabatan

Rupanya, agenda kami hari ini memang kuliner. Usai makan siang di Orchard dan sejenak menghirup udara kawasan Orchard, kami kembali ke hotel. “Sore nanti kita ketemu dan dinner di Bugis ya,” begitu ajak Hana via WA. Baiklah, siapa takut. Dan pilihan kami nginap di kawasan ini memang tepat. Karena ternyata kawasan makanan dan untuk itu kemana mana kami cukup jalan kaki. Sore itu kami jalan santai menuju nasi ayam Nandos, di Bugis Junction, dekat Intercontinental Hotel. Kali ini rombongannya cukup banyak: selain kami ber4 (saya dan suami, Hana dan Budiono) ada teman-teman lain:  4 orang PT (personal trainer) celebrity fitness Pondok Indah yang ikut gabung. Mereka ber4 juga akan ikut marathon. Dan menu makan malam kali ini memang benar-benar menu loading.…untuk persiapan lari besok pagi.

Ritual jaman now, sebelum makan

RACE DAY

Kami tidur lebih cepat, dan sengaja bekal burger untuk sekedar pengganjal di pagi hari. Minggu itu saya bangun jam 4.15 dan rencana jam 5.00 kami berangkat.  Jam itu masih terlalu pagi, belum ada MRT, sehingga kami berjalan kami menuju titik start di jembatan dekat Esplanade (khusus untuk 10K) . Di sepanjang jalan kami bertemu dengan peserta marathon HM & FM yang sudah start terlebih dahulu. Jadi di SCSM ini titik start nya berbeda-beda, yang FM mulai dari kawasan Orchard jam 4.00. Untuk 10K akan start jam 07.15. Seru juga melihat banyak sekali marathoners berkaos hijau atau biru memenuhi jalanan yang kami lalui. Hari masih agak gelap ketika kami sampai di tempat start, dan berkumpul dengan lainnya.  Rupanya, karena banyaknya peserta 10K, sehingga pemberangkatan harus dibagi 3 kloter dengan jarak 15 menit setiap kloter, dan kami kebagian di kloter ke 3. Jadi agak lumayan juga nunggunya.  Cuaca sempat mendung dan gerimis kecil, namun berhenti.

Excited, walau masih ngantuk

Saat mulai lari, jam 8, masih belum panas, dan  enak dan nyaman untuk berlari. Saat itu saya bisa berlari dengan performa lebih baik. Biasanya di km 2 saya sudah terengah engah, ini km 3 masih nyaman. Bisa jadi karena udara di Singapur lebih bersih, dan kondisi aspal jalannya juga lebih nyaman untuk lari. Di km 2 saya liat ndoro bojo antri toilet, katanya isi perutnya perlu dikeluarkan. Dan saya tetap melaju dengan santai, melewati pemandangan yang — mestinya — layak untuk selfie. Melewati km 2 di Marina Grove, sempat ada yang manggil saya: “Sa”…eh saya lihat BDI  melaju kencang.  Saat  jalan nanjak dan melewati jembatan di km5, benar-benar mulai terasa panas matahari yang mulai menyengat. Ntah berapa derajad temperatur saat itu, yang pasti terasa panas. Di titik itu semua peserta marathon tak ada yang lari, tapi jalan…hahaha

Mulai lega…kurang 4 km lagi

Setelah melewati jembatan, masuk ke arena asli Singapur (bukan daerah reklamasi), jadi agak teduh dengan pepohonan, lumayan. Tapi ketika memasuki area F1 pit building (ini wilayah reklamasi lagi): FI pit straight , inilah situasi terpanas selama race ini. Untung panitia menyediakan ‘pendingin’, dimana semua peserta melewati sebuah gapura dry ice. Syukurlah ini sudah di km 8, dengan sisa energi yang masih ada, saya  survive menyelesaikan 2 km terakhir.  Semua aman, kecuali, jari kaki saya rasanya panas, seperti kejepit & lecet.  Finally I’ve finished, 1 jam 45 menit. Not bad, untuk rekor pertama di 10 km. Dan ternyata ndoro bojo sudah masuk finish terlebih dahulu.  Yea…we made it, untuk 29 tahun kebersamaan kami dalam suka dan suka.

We made it… Thank God

Tak banyak yang kami lakukan di area finish. Setelah ambil medali, handuk dingin, pisang & minuman, kami foto-foto sejenak. Tak sempat bertemu dengan kawan-kawan lain (BDI dan 4 orang personal trainer celfit).  Marathon di Singapore ini dikelola cukup rapi dan efisien. Di area finish, tak ada hingar bingar hiburan musik, seperti biasanya acara marathon di tanah air. Di sana hanya ada stand-stand konsultasi yang relevan dengan marathon. Dan saya lihat, usai race, peserta langsung pulang. Kami pun bergegas kembali ke hotel. ya, kami harus check out dan kembali ke Jakarta dengan flight jam 19.00.

Usai check out kami sempat killing time ke Chinatown dengan menggunakan MRT dari sta Bencoolen. Iya, rasanya ini stasiun baru, karena ketika 2 tahun lalu saya nginep di daerah Bugis juga, stasiun ini sedang dibangun. Buat saya yang hobi ‘ngukur jalan’, ngider di Singapur sih asyik asyik aja. Tapi rupanya ndoro bojo protes: Wis pegel kabeh, jangan jalan mulu, leren sik. Jadi akhirnya, setelah ambil koper di hotel, kami lanjut taksi ke bandara Changi, dan berharap bisa lebih lama ‘ngaso’ di sana, sembari nunggu pesawat.

Kelelahan…

Mengutip potongan puisi Kahlil Gibran ini:

Bernyanyi dan menarilah bersama, dalam segala suka cita. Hanya, biarkan masing-masing menghayati ketunggalannya.
Tali rebana masing-masing punya hidup sendiri.  Walau lagu yang sama sedang menggetarkannya.
Berikan hatimu, namun jangan saling menguasakannya.  Sebab hanya Tangan Kehidupan yang akan mampu mencakupnya.
Tegaklah berjajar, namun jangan terlampau dekat.  Bukankah tiang-tiang candi tidak dibangun terlalu rapat? Dan pohon jati serta pohon cemara tiada tumbuh dalam bayangan masing-masing.

no need caption

Ibarat sebuah perjalanan, hidup dan pernikahan adalah  long journey, yang kita tidak tahu kapan akhir perjalanan ini. Diperlukan endurance (daya tahan) untuk bisa menjalaninya, menempuh saat suka maupun duka yang ada, menjaga  journey kita agar tetap punya energi dan cinta. Dan setiap kita punya cara masing-masing untuk memelihara ‘daya tahan’ ini….sesuai janji kita kepada Tuhan: sampai maut memisahkan.

Foto-foto: kontribusi dari sahabat, Hana Budiono

 

5 Responses

  1. Rina
    Reply
    8 January 2018 at 10:50 am

    Selamat mbak Ve dan om Orsuy, ceritanya seru dan menginspirasi

    • 15 January 2018 at 9:25 am

      Terima kasih mbak Rina

  2. Wadiyo
    Reply
    11 January 2018 at 9:09 am

    untuk di Indonesa, kapan dan di mana ada moment marathon yang menantang ya Mbak?
    thank

    • 15 January 2018 at 9:24 am

      kayaknya banyak deh mas, yang ada di luar Jakarta banyak yang menantang.
      Hanya mungkin organizing nya tidak serapi dan seefisien yang di luar….

  3. Tari
    Reply
    15 January 2018 at 9:20 am

    Happy belated wedding anniversary ya mbak Lisa dan mas Yus.
    Cerita anniversarynya seru…

* All fields are required