Hidup…

Saat sedang bersiap berangkat gowes ke Curug Panjang pada 5 Februari pagi, tiba-tiba masuk pesan di BBM: ‘Adjie Massaid meninggal dunia’. ‘Yang bener, Adjie (43 tahun) yg anggota DPR & mantan artis itu?’ tanya saya. Betul, jawab si pengirim pesan. Setelah itu ramailah ’dunia’ twitter dengan kabar duka itu, yang berlanjut dengan pesan-pesan untuk jaga kesehatan, serta untuk tidak berolahraga berlebihan dan sebagainya.

Kebersamaan dg keluarga Setelah Adjie, jelang hari Valentine, dunia twitter juga dihebohkan dengan  curhatan @AlandaKariza (19 tahun) tentang nasib ibunya. Ya, ibu Alanda dituntut hukuman 10 tahun dan denda Rp 10 miliar dalam kasus Bank Century. Kebetulan ibu Alanda kala itu adalah  Head of Corporate Legal bank tersebut, dan dianggap turut bersalah dalam mengucurkan pelbagai kredit bermasalah di Century. Tak tahan dengan nasib yang menimpa ibu dan keluarganya, Alanda pun menuangkan isi hatinya di  blog nya. Dan dalam hitungan jam, cerita itu telah mengalir ke ribuan, bahkan jutaan warga dunia maya yang simpati dengan derita Alanda.

Dua peristiwa yang terjadi dalam waktu berdekatan ini menyadarkan saya bahwa: saya tak tak pernah tahu apa yang akan terjadi pada hidup saya. Nasib saya Tuhan yang tahu dan tentukan.  Yang saya tahu dan pasti adalah bahwa saat ini saya masih hidup. Orang barat menyebut saat ini sebagai present, atau ada juga yang menyebutnya wonderful moment.  Yang kemarin sudah lewat dan bukan milik kita, sementara esok belum pasti.  Jadi yang terpenting adalah saat ini, dimana bisa berbuat banyak untuk mereka yang kita kasihi, mereka yang ada di dekat kita.

Kita sering terjebak di masa lalu (bisa indah atau buruk), atau terseret ke khawatiran masa depan.  Sehingga kita tidak benar-benar berada dan menikmati saat ini, dimana kita hidup.  Kemudian yang kerap terjadi,  kita menyesali kala kita sudah benar-benar kehilangan. Semisal kita merasa menyesal  karena tak sempat menuruti keinginan ibu  kita selama ia hidup, atau tak punya waktu cukup dengan keluarga saat mereka masih bersama.

Saat ini, mungkin saja kita sedang makan bersama keluarga, menemani kakak mengerjakan PR,  bermain games dengan si kecil, atau menikmati kebersamaan dengan teman-teman. Namun kesadaran  kita tidak sepenuhnya ada di situ,  dalam pikiran kita bersliweran ’hal-hal’ yang mungkin terjadi di esok  dan mengganggu. Lupakanlah ’hal-hal’ itu, karena itu hanya akan menghilangkan kegembiraan kita untuk nikmati saat ini.  Padahal  saat inilah satu-satunya yang kita miliki.

Pelajaran ke 2 dari Adjie adalah: penting untuk menjaga kesehatan secara proporsional. Artinya disesuaikan dengan kemampuan fisik (juga usia). Yang penting olahraga dilakukan secara rutin, dan tidak berlebihan (over trained). Jika badan terasa lelah, itu adalah alarm fisik untuk berhenti. Yang tak kalah penting juga adalah asupan nutrisi yang imbang yang dibutuhkan tubuh kita untuk berkegiatan.

Dari kisah Alanda, anak sulung dari 3 bersaudara yang pintar dan gigih ini, sungguh menginspirasi saya sebagai orang tua. Mengingatkan bahwa  sebagai orang tua,  saya perlu menyiapkan anak-anak. Tak hanya untuk miliki fisik  sehat, tapi juga mental yang kuat untuk mandiri dan survive hidup ditengah-tengah masyakakat yang makin komplek. Harus diakui, kadang rasa sayang kepada anak, membuat saya  ’kehilangan’ kekuatan untuk membuatnya jadi mandiri dan ’terlepas’ dari orang tuanya.

Untuk siapkan anak menjadi mandiri tentu setiap orang tua punya caranya masing-masing. Semalam, saat obrolan Langsat, @AdibHidayat  menambahkan,  ”Penting untuk ajarkan  anak bisa nulis, punya blog, memahami social media.” Hmmmm itu masuk akal juga mengingat kita berada di era 2.0 ini. Dimana kekuatan social media begitu besar, dan Alanda sudah menunjukkannya.

Nah, sahabat sebagai orang tua, adakah Anda sudah menyiapkannya kemandirian  ’buah hati’ Anda?

Leave A Reply

* All fields are required