Sudah kerap “atraksi” Barack Obama dibahas di pelbagai tulisan. Berulang kali, dari pelbagai sudut pandang, toh Obama seperti magnet, yang ia lakukan selalu membuat orang takjub. Ia tak cuma menyedot perhatian masyarakat Amerika, media, tapi juga warga dunia, termasuk di Indonesia.
Tanggal 2 September dini hari jam 01.52 waktu Indonesia, saya menerima email blast dari Barack Obama. Karena memang sekian bulan lalu saya meregistrasi email saya ke web Obama, sehingga secara rutin saya mendapat kiriman email darinya. Kali ini email ber-subject: “Help Gulf Coast Residents and first responders Hurricane Gustaf”. Intinya ia mengajak pendukungnya untuk melakukan sesuatu bagi korban topan Gustaf dan memberikan donasi untuk meringankan beban para korban.
Ini soal kepekaan dalam melihat momen yang ada dan kecepatan Obama menjahit momen tersebut menjadi pesan sosial. Karena saat ini semua perhatian masyarakat Amerika sedang tertuju pada bencana akibat topan Gustaf di wilayah New Orleans, Louisiana, Teluk Mexico.
Dari awal kampanye Obama, yang menarik dicermati adalah kecerdasan tim sukses Obama dalam menyiapkan strategi kampanye. Yakni menciptakan content dan context yang sesuai dengan public insight Amerika saat ini.
Hidup dengan internet – dan jejaring sosial yang ada di dunia maya — telah menjadi kebutuhan utama publik Amerika, yang jadi target pemilih Obama. Dengan penetrasi internet di AS yang 69%, lebih tinggi dibanding rata-rata jumlah pemilih Pemilu AS yang kurang dari 50%. Maka tak disangsikan lagi bahwa di Amerika target pemilih bisa dikatakan cukup identik dengan pengguna internet. Yg tentu saja berbeda dengan Indonesia bahwa pengguna internet bisa jadi bukan target pemilih saat ini.
Eforia Digital
Selain menyiapkan kanal komunikasi yang memang sesuai dengan jamannya, tim sukses Obama juga menciptakan content – pesan yang memang kontekstual dengan situasi dan kebutuhan saat ini, yakni perubahan. Key message Obama adalah; “Change you can believe in”. Pesan itu memang dimaksudkan untuk menjawab tantangan Amerika saat ini yang sedang dirundung kriris ekonomi domestik. Dan niat Obama adalah bagaimana perubahan yang ia tawarkan akan mengamankan masa depan Amerika.
Masyarakat AS – terutama kalangan mudanya – sedang meresahkan masa depan AS. Itulah yang dijawab Obama. Dia menjanjikan akan fokus pada penyelesaian masalah ekonomi riil dalam negeri – yang diakibatkan antara lain karena masalah kredit konsumsi. Obama juga menjanjikan soal proteksi keamanan sosial untuk generasi mendatang. Karena, situasi yang melanda Amerika sekarang, memang sangat dikhawatirkan pengaruhnya bagi generasi mudanya yang memang sudah terbiasa menikmati kenyamanan.
Kemampuannya memetakan isu-isu penting bagi warga Amerika, kemudian mengemasnya dalam key messages – yang menyetuh emosi masyarakatnya — dan mendistribusikan melalui kanal-kanal komunikasi modern. Itulah kekuatan kampanye Obama
Yang jelas, dengan strategi itu Obama telah merampungkan 1 babak, dan ia berhasil lolos sebagai kandidat capres dari partai Demokrat, mengalahkan Hillary Clinton. Kini ia melaju ke babak selanjutnya, melawan McCain dari partai Republik.
Euphoria digital communications Obama memang telah melanda Indonesia. Beberapa kandidat capres memanfaatkan media modern ini. Di situs jejaring sosial face book misalnya, muncul Rizal Mallarangeng, Fajroel Rahman, Wiranto dan Sutrisno Bakhir. Mereka memang sudah menjaring ratusan teman.
Persoalannya, teman yang terdaftar seolah hanya sebagai teman saja. Mereka tidak disuguhi nukilan persoalan-persoalan bangsa yang kemudian dikemas jadi pesan politik dan persoalan sosial yang menyentuh emosi publik.
Kehebatan komunikasi digital di era web 2.0, untuk menjaring interaktifitas, memancing ketertarikan publik, serta menggali insight pemilih belum secara optimal dimanfaatkan. Mereka masih terkesan “meminta” publik untuk memahami pemikiran mereka. Bukan sebaliknya menggali sebanyak mungkin persoalan dan uneg-uneg yang ada di masyarakat, lalu memilahnya menjadi pesan-pesan politik yang ciamik, serta mengajak masyarakat untuk terlibat menanganinya.
Kecepatan
Terinspirasi kesuksesan pola komunikasi Obama memang syah-syah saja, tapi yang perlu dicatat Obama telah membuktikan “tak sekadar muda dan berinternet”. Tapi ia juga jeli dan peka menangkap persoalan bangsanya, mengemasnya menjadi pesan politik dan pesan sosial yang mengundang simpati publik. Apalagi penetrasi internet di Indonesia masih sekitar 9.8%, belum signifikan bila dibanding dengan jumlah pemilih.
“Teman-teman” yang terjaring oleh para kandidat capres Indonesia di jejaring sosial dunia maya, malah bisa jadi bukanlah tipikal pemilih Indonesia. Karena mereka umumnya adalah kalangan terdidik dan kriitis, yang memiliki keengganan memilih karena sudah muak dengan praktik politik yang ada selama ini.
Tapi bukan berarti mereka tak bisa dimanfaatkan. Bila mereka mendapatkan masukan pesan-pesan simpatik dan meyakininya, hal itu bisa menjadi virus perubahan, masyarakat digital akan dengan senang hati menyebarkan virus tersebut. Karena salah satu kekuatan komunikasi digital adalah kecepatan mengabarkan melalui word of mouth (wom). Bahkan menurut Mazen Nahawi, President News Group International, internet telah menjadi sumber informasi no 1 untuk para jurnalis. Itu artinya, jika pesan-pesan yang ada di jejaring sosial dunia maya itu menarik perhatian, tentunya akan menjadi asupan bagi mainstream media yang masih dominan di Indonesia.
Nah, setelah muda dan “nge-net” sudah peka kah para capres negeri ini melihat persoalan bangsa?
*Tulisan ini dimuat di Kompas, 8 September 2008, halaman 34.
Blog Strategi + Manajemen
Sebuah tulisan yang bernas. Ya, mestinya Fajroel dan Celi (Rizal M) harus juga bikin blog….biar lebih interaktif.
kampoeng
Trus kalau disuruh milih, chance terbesar capres mendatang jatuh ke siapa bu ?
EnWui
kalo direkrut jadi tim sukses salah satu capres pasti maknyoss kali ya,bagaimana cara memasarkan capres…
sandy
andai indonesia seperti itu..