Perlukah Membangun Reputasi Korporasi

Membangun reputasi perusahaan kerap belum menjadi prioritas bagi sejumlah perusahaan, terutama perusahaan baru. Umumnya prioritas utama mereka adalah mengejar angka penjualan, market share.

Dalam buku The Power of Corporate Communication karangan Paul A Argenti dan Janis Forman, citra dan identitas adalah kompenen utama untuk membangun reputasi perusahaan seperti yang biasa dijabarkan dalam visi perusahaan.

Ujungnya, reputasi perusahaan dikaitkan dengan kompetensi perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Lebih dari itu, ini juga menyangkut tanggung jawab dan kepedulian perusahaan sebagai corporate citizen.

Membangun reputasi perusahaan, bahkan diperlukan sejak awal perusahaan itu berdiri. Pertanyaannya adalah kenapa? Berikut adalah penjelasannya.

1. Perusahaan baru (start-up company)
Memulai usaha baru di era kompetisi seperti sekarang ini tidak cukup dengan network, relationship, dan kekuatan marketing/sales saja. Membangun kepercayaan pasar bahwa perusahaan memang kompeten dalam produk/jasa yang dijualnya, juga prioritas.

Contoh sederhana: perusahaan jasa komunikasi digital XYZ ternyata mereka tidak siap dengan dunia digital. Misalnya, saat menawarkan jasanya, yang disodorkan adalah printing materials, bukan kreasi digital yang merepresentasikan kompentensi perusahaan tersebut. Mestinya, jika mereka sadar, sejak awal sudah menyiapkan corporate web XYZ.

2. Pengembangan usaha dari sebuah konglomerasi.
Banyak kelompok usaha yang melakukan diversifikasi usaha yang selintas masih dalam bisnis intinya. Contoh: Japfa Comfeed/JC yang sangat terkenal sebagai produsen makanan ternak. Ketika kemudian mereka memproduksi chicken nugget (yang ini untuk manusia) banyak pihak yang meragukan kompetensi JC di produk makanan untuk manusia tersebut. Persoalannya, JC mungkin lupa bahwa reputasi mereka sangat kuat di makanan ternak, tapi itu tidak bisa serta merta di-copy paste ke makanan manusia.

Mungkin publik mengira JC tidak memiliki kompetensi dalam memproduksi makanan manusia. Padahal kalau dirunut ke belakang, ini bukanlah sesuatu yang jauh berbeda. Karena JC juga memiliki peternakan, dan chicken nugget buatannya merupakan hasil olahan dari ternak yang diberi makanan ternak kualitas JC, yang terkenal itu. Artinya, chicken nugget JC adalah makanan yang juga berkualitas.

Jika dari awal disadari perlunya membangun citra ”baru” untuk memuluskan hadirnya si produk makanan manusia, maka keraguan publik tentang kompetensi JC di makanan olahan tak perlu terjadi.

Contoh lain, kelompok usaha yang benar-benar diversifikasi di lini usaha yang jauh berbeda. Misalnya, kelompok usaha yang reputasinya dikenal di bidang komoditas. Tiba-tiba masuk ke bisnis jasa layanan publik yang berbasis pelanggan.

Nama besar, kekuatan distribusi yang dimiliki, tidak bisa serta merta dipindahkan untuk membangun reputasi di layanan baru. Karena, di komoditas bisa dibilang cuma ada transaksi jual putus. Tidak ada layanan purna jual.

Di bisnis jasa yang berbasis pelanggan, layanan purna jual justru menjadi salah satu kunci sukses. Publik (calon pelanggan) akan menjalani hubungan jangka panjang dengan produsennya. Relasi setelah terjadi transaksi jual-beli, akan mengikat pelanggan untuk menjadi konsumen yang loyal.

Nah, di sinilah perlunya membangun citra, identitas dan kompetensi yang baru, lepas dari reputasi dan nama besar induk usahanya. Agar publik bisa mengakui bahwa perusahaan ini memang memiliki kompentensi di bisnis jasa layanan publik ini. Dan ini memang bukan hal yang mudah, dan kerap tidak disadari.

3. Perusahaan yang akan go publik.
Untuk kategori ini, rasanya tidak perlu dijelaskan.

Sebagaimana rasional di atas, membangun reputasi sebuah korporasi memang kegiatan yang sifatnya jangka panjang, perlu konsistensi dan passion dalam menjalaninya. Karena hasilnya tidak instan seperti kegiatan marketing. Namun, semakin cepat mengawalinya, ini akan sangat menopang keberhasilan bisnis perusahaan di masa mendatang.

Bagaimana menurut Anda?

1 Response

  1. 7 December 2008 at 7:27 am

    Bagaimana membangun untuk perusahaan yang telanjur buruk reputasinya?

Leave A Reply

* All fields are required