Jogja di kala liburan

Masih kosongTernyata cari kamar hotel di Jogja sama susahnya dengan cari kamar di rumah sakit saat anakkoe terserang demam berdarah. Itulah yang koealami minggu lalu. Berniat liburan ke Jogja pada 26-30 Juni, dan baru ingat mencari hotel pada 22 Juni.

Hampir semua hotel bintang 4 dan 5  di pusat kota Jogja koehubungi, sialnya semua fullybooked. Ada hotel (entah bintang berapa) di kawasan Malioboro, masih menyisakan kamar, namun harganya tak masuk akal. Apalagi kalau dibandingkan dengan kelas dan fasilitasnya. “Harganya ngepruk (mahal sekali),” kata teman di Jogja yang membantu mencarikan kamar.

Akoe nyerah, dan kawankoe  yang wong Jogja itu yang melanjutkan hunting. Thanks God, dapat. “Di Saphir hotel. Ini kamar baru yang rencananya untuk layanan bintang 5,” ujar kawankoe sedikit berpromosi. Sejujurnya, akoe gak terlalu peduli, buatkoe, yang penting dapat kamar, dan lokasi hotelnya  masih di kawasan pusat kota.

Tanggal 26 Juni jam 18-an akoe dan keluarga check in. Setelah melalui lift yang agak membingungkan, kami sampai di kamar yang dimaksud. Lumayan longgar, masih baru, bau catnya terasa menyengat. Tapi, “kok nggak ada TV-nya,” ujar Ebhin, anakkoe yang kecil. Halah,  pandangankoe pun langsung tertuju pada meja TV yang memang  masih melompong.  cuma kabel antena TV yang nglewer. Mati akoe, bakal terisolir nih, selama beberapa hari.

Untungnya, sejam kemudian, datanglah petugas hotel yang membagikan TV baru untuk dipasang. Petugas pun cukup sigap dalam memasang, sehingga ketika kami pulang dari makan malam,  TV  sudah bisa dinyalakan. Meskipun setelah beberapa saat monitornya pet, mati, cuma terdengar suaranya. Ya wis, tidur saja.

Udah dipasang

Setelah problem TV beres, akoepun eksplorasi fasilitas kamar yang lainnya. Lho kok lemari yang mestinya diisi kulkas masih kosong. “Iya bu, kulkas-kulkas yang kami pesan belum datang. TV nya aja masih kurang. Mestinya 106 buah, ini baru datang 100 buah,” kata petugas saat koetanya soal kulkas. Ya artinya akoe masih beruntung, dapat tv. Karena ada 6 kamar lagi yang masih “antri” TV.

Mendapati fenomena seperti itu, akoe mencoba berpikir positif. Mudah-mudahan ini pertanda program tahun kunjungan wisata Indonesia 2008 berhasil. Setidaknya angka wisnu (wisatawan nusantara) meningkat. Bisnis hotel menggeliat, tingkat hunian mencapai 100%. Bahkan sejumlah hotel melakukan ekspansi. Setidaknya itulah yang koelihat di Jogja.

Mudah-mudahan di daerah wisata lainnya juga ketiban rejeki  yang sama.

3 Responses

  1. 5 July 2008 at 6:36 am

    Beberapa indikator kesehatan ekonomi negeri (selain angka-angka statiskik yang “kering” itu) adalah sbb:
    1. Kalau DAGADU masih antri, berarti ekonomi masih baik
    2. Kalau para tukang becak di sepanjang Malioboro senyam senyum, berarti ekonomi masih terus menggeliat.
    3. Kalau bakpia pathuk masih terus kemebul, ya ekonomi berarti terus melesat.

    Dan melihat cerita sampeyan, rasa-rasanya tiga hal diatas terus terjadi dengan mulus.

    Fenomena itu mestinya yang harus terus di blow up oleh media…..bukan melulu berita “kenestapaan”. Martin Seligman, pakar psikologi yang kesohor itu, pernah bilang…..kalau media terus menggedor Anda dengan berita-berita kelam, maka ‘mindset of the whole society’ akan rapuh dan lesu.

    Saya rasa tema tentang POSITIVE JOURNALISM kembali menemukan relevansinya yang kuat.

  2. indraz
    Reply
    20 September 2008 at 11:30 am

    Membangun pariwisata memang harus terintegrasi. Tidak bisa berjalan sendirian. Cerita Mbak Vlisa tentang pengalaman penggunaan hotel menjadi satu cerita dari sisi konsumen yang menarik.
    Promosi dan potensi daerah yang baik akan membangun ekspektasi konsumen. Ketika konsumen memutuskan untuk mencoba membuktikan harapan dan ekspektasinya, pertaruhan terjadi. Bisa jadi konsumen puas karena ekspektasinya terpenuhi, atau sebaliknya, malah jadi mutung karena merasa kecewa. Disini peran hotel dalam melayani tamu, keberadaan seorang sopir becak, pedagang bakpia dan kaos lokal DAGADU pun, bisa menjadi penentu puas atau mutungnya konsumen.

    Itu adalah cerita dari Jogja, ada yang mempunyai cerita dari SOLO? Apa yang anda tahu mengenai Solo?

    Kami di Solo sedang berusaha mengejar ketertinggalan kami dari Jogja.

    Salam,
    SOLO “the Spirit of Java”

  3. 18 July 2015 at 3:19 am

    Hi there mates, nice article and good arguments commented
    here, I am in fact enjoying by these.

    Here is my web blog; jaynie mae baker

Leave A Reply

* All fields are required